Pasar Persaingan Danusan


Guna menutup defisit anggaran –baik anggaran pribadi maupun organisasi- biasanya mahasiswa melakukan danusan. Mahasiswa Undip khususnya di Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) tentu sudah tak asing dengan danusan. Biasanya danusan yang dijual mahasiswa adalah gorengan. Gorengan ditaro di kotak putih dan dilengkapi dengan cabe cabean  ijo + plastik.  Data menunjukkan bahwa 88.69%* mahasiswa FEB Undip pernah melakukan danusan. 

Jika ada mahasiswa yang bawa kotak putih, kemungkinannya cuma ada dua. Pertama dia habis dateng ke pengajian dan yang kedua dia lagi danusan. Dan para pejuang danus tersebut membentuk sebuah entitas bernama “Pasar Persaingan Danusan”.  Apa sih danusan itu? Dan Apa itu Pasar Persaingan Danusan? Mari kita telusuri lebih dalam.

*datanya suka-suka gua lah

Etimologi
Danusan berasal dari DANUS. Danus sendiri berasal kata DANa dan USaha. Imbuhan “An” dalam kata “Danusan” menjelaskan keterangan kerja seperti halnya dalam kata “Pacaran”. Duh elah kenapa jadi bahas pacar sih kan gua masih melajang :(

Struktur Pasar
Oke, setelah kita ketahui asal usul kata Danusan, sekarang kita berlanjut ke Struktur Pasar Danusan itu sendiri. Dalam ilmu ekonomi, kita mengenal ada dua struktur pasar, yakni Pasar Persaingan Sempurna (Perfect Competition) dan Pasar Persaingan Tidak Sempurna (Imperfect Competition). Pasar Persaingan Tidak Sempurna terdiri atas pasar oligopoli, monopsony, monopolistik, dan monopoli. Pasar-pasar tersebut punya karakteristik khas yang membedakan dengan bentuk pasar lain. Yaudah daripada bahas pasar-pasar yang gua juga ga ngerti juntrungannya, mari kta bahas karakteristik pasar persaingan danusan.

Karakteristik
Seperti struktur pasar lainnya, Pasar Persaingan Danusan Juga memiliki karakteristik yang unik dan terkesan maksa.

1.  Banyak Penjual Banyak Pembeli
Awalnya jumlah penjual danusan khususnya gorengan tidaklah sebanyak sekarang. Namun, seiring berjalannya waktu jumlah pelaku danusan khususnya komoditas gorengan meningkat signifikan dengan margin of error sebesar 1%. Menurut data yang gua peroleh, dari tahun 2014 sampai tahun 2016 jumlah pelaku danusan meningkat sebesar 66.69%* . Banyaknya pelaku danusan memiliki korelasi positif terhadap besarnya defisit anggaran individu/organisasi. Artinya semakin besar defisit, maka semakin banyak pula pelaku danusan. Tetapi hal itu bisa diimbangi dengan pangsa pasar yakni mahasiswa yang haus akan kasih sayang gorengan.

Komoditas utama danusan : Gorengan 

*data gua peroleh dari abang-abang penjual mainan depan Rusunawa Undip


      2.   Penjual Sekaligus Pembeli
NAH ini dia karakteristik paling mencolok dari pasar persaingan danusan. Adakalanya manusia dilanda rasa keputus asaan. Kalo kata Teh Rossa mah “Aku Bukan Nabi yang bisa sempurnaaaaa ku tak luput dari dosa denggggg”. Saat rasa putus asa melanda karena gorengan nan durjana yang tak kunjung laku, akhirnya kita –para pelaku danusan- sendiri lah yang akhirnya membeli dagangan sendiri. Hal itu semata-mata dilakukan agar danusan kita cepat habis.

      3.  Barang yang dijual adalah homogen namun terdiferensiasi
komoditas danusan

Tercatat ada beberapa dagangan yang menjadi komoditas unggulan para pejuang danusan, yakni: Gorengan, Kaus, Puding, Donat. Kita ambil contoh gorengan. Gorengan adalah makanan yang murah dan instan sehingga membuat para pelaku danusan tergoda untuk menjualnya. Gorengan terdiri atas beberapa produk turunan, ada Martabak telor, tahu bakso, pastel, risol, pisang keju, dan sosis Solo. Kemudian Sosis Solo berkolaborasi dengan Sosis Jogja dan Sosis Semarang sehingga terbentuklah Sosis Joglosemar *nama Bis kali ah.

Danusan juga bisa dilakukan dengan menjual baju/pakaian bekas. Biasanya baju/pakaian bekas ini akan dijual dengan harga yang bervariasi tergantung kualitas pakaian tersebut. Misal kaus yang udah longgar akan dijual di kisaran Rp 10.000, kemeja yang warnanya udah pudar akan dijual mulai Rp 15.000, BH yang udah melar akan dihargai Rp0 alias gratis


danusan baju bekas atau orang Jawa biasa sebut dengan 'Ngawul'

     4.   Predatory Pricing
Dalam ilmu ekonomi mikro, kita mengenal teori Predatory Pricing. Predatory Pricing adalah bentuk strategi yang dilakukan oleh pelaku usaha (dalam hal ini pelaku danusan) dengan menjual produk/dagangannya dengan harga yang sangat rendah guna menyingkirkan pesaing dari pasar. Contoh kasus di kampus FEB, harga normal satu buah gorengan danusan adalah 2ribu. Namun untuk menyingkirkan pesaing, ada mahasiswa yang menjual gorengan 5ribu untuk 3 gorengan. Tetapi ada juga yang menjual 1ribu/gorengan. Meski harus nombokin, tetapi hal ini semata-mata dilakukan agar pesaing tersingkir dan dagangan cepat laku.

5.   Sumber danusan dikuasai oleh satu Kartel
Kembali ke contoh kasus di FEB Undip, sudah menjadi rahasia umum bahwa sumber danus gorengan di kampus berasal dari Bu Rasimun. Kabarnya, Bu Rasimun telah menguasai pasar danusan sehingga Concentration Ratio (CR) komoditas gorengan cukup tinggi. Maka dapat disimpulkan bahwa pasar komoditas danusan gorengan bersifat monopoli
*yang ga ngerti bodo amat siapa suruh ga masuk jurusan ilmu ekonomi :P

6. Transaksi Jual-Beli didasarkan atas rasa Belas Kasihan
Tuhan telah meninggikan derajat manusia dibanding mahluk lainnya dengan memberikan akal, pikiran, dan belas kasihan. Hal ini terbukti ketika ada teman yang dagangannya ga laku-laku. Apalagi kalau teman kita danusan kaus, terus kalau ga sesuai target dia bakal kena denda. Kasihan banget kan? *kok jadi curhat sih* Ada sesuatu hal yang mendorong kita untuk membeli dagangan teman kita. Karena kita para pejuang danusan percaya, apabila kita menolong orang maka kita akan ditolong orang lain *eaaa. Maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas penjaja danusan membeli barang danusan karena kasihan, bukan karena butuh/lapar.

      7.  Saling membeli antar pedagang

Singkatnya sih seperti ini :
A : eh beli danusan gua dong!
B : oke. Tapi besok kalo gua danusan beli dagangan gua yak
A : oke

Keesokan harinya :
B : Eh beli danusan gua dong, Lu udah janji kemarin kalo gua danusan lu bakal beli!
A : Maaf aku sedang puasa :)
B : KONCHOO BUOSOK!!!
*yang ga tau arti Konco Bosok, bisa dilihat di sini

Mau bagaimana pun juga, para pejuang danusan patut kita acungi jempol. Mereka adalah mahasiswa, namun  mereka tak malu untuk menjual gorengan dan menawarkannya ke orang lain. Danusan sudah menjadi sebuah budaya yang harus kita jaga agar tidak diakui oleh Negara tetangga *lah. Danusan juga mengajarkan kita untuk bekerja keras dan berusaha pantang menyerah. Yang paling penting, danusan telah mengajarkan kita bahwa mencari selembar uang itu susah. Oleh karena itu, hargailah jerih payah orang tua kita ya. Salam Pejuang Danusan!


NB :
*Postingan ini hanyalah fiktif belaka, apabila ada artikel yang mirip maka tidak mungkin karena hanya saya yang mau menulis artikel tida jelas seperti ini
*dengan membaca artikel ini, maka setidaknya para pembaca mengetahui istilah-istilah ekonomi seperti predatory pricing, oligopoli, monopoli, dsb. Alhamdulillah ternyata artikel gua ada manfaatnya.
* plis jangan adukan saya ke dosen ekonomi mikro wkwkw karena artikel ini hanyalah fiktif belaka
*yang pernah danusan pasti ketawa-tawa sendiri hihihihi *suara neng kunti*

9 komentar:

  1. HAHAHAHA LOL DEMIAPAPUN BENER BANGET:""") GOOD ARTIKEL DEW!! Sekalian belajar ekonomi sekalian yak wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. WKWKWKWK hanya korban danusan yang bisa merasakannya :( Thanks Litak!!

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  4. mas buk rasimun itu alamat dimana ya hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. di jalan ngesrep Timur V, tapi aku lupa tepatnya di mana, soalnya lokasinya mblusuk2 ke dalem gang gitu hehe

      Hapus

Diberdayakan oleh Blogger.