Pecinan Semarang, Dulu dan Sekarang

Haiiii apa kabar??! Akhirnyaaa bisa kembali menyapa kawan-kawan di Blogger. Pasti udah pada kangen deh (?). Setelah kurang lebih 3 bulan vakum akhirnya gua punya kesempatan buat nulis di Blog lagi. Buat yang nanya kenapa gua vakum 3 bulan belakangan, jawabannya ga jauh-jauh dari 'sesuatu' yang tabu untuk diucapkan kepada mahasiswa semester akhir. Apalagi kalo bukan 'SKRIPSI' :(

Pada postingan kali ini gua akan flashback ketika gua mengikuti walking tour bersama Bersukaria pada Agustus lalu. Apa itu walking tour? Apa itu Bersukaria? Nah buat yang belom tau, bisa baca di sini. By the way, ini adalah kali kedua gua mengikuti walking tour bersama Bersukaria. Rute yang gua ikuti kali ini adalah rute pecinan, yang akan menelusuri eksistensi etnis tionghoa di Semarang, mulai dari sejarah terbentuknya pecinan Semarang hingga keberadannya sekarang. Daaaan walking tour kali ini akan dipandu oleh Mbak Nadin. Kalian kenal mbak Nadin kan? Itu loh bintang iklan salah satu merk cappucino....

Nadin.........cappucino buatanmu....numero uno!!! 

PERINGATAN : POSTINGAN INI BERSIFAT PANJANG X LEBAR X TINGGI. SIAPKAN CAMILAN ANDA!


Para peserta tour berkumpul di depan Kelenteng Tay Kak Sie, salah satu kelenteng tertua di Semarang. Karena gua datang terlambat jadi gua melewatkan sesi untuk masuk ke dalam Tay Kak Sie. But, it's oke lah because literally gue udah pernah masuk ke Tay Kak Sie which is very beautiful *ala ala anak Jaksel.
Pintu masuk Tay Kak Sie which is very beautiful

Baca Juga : Melihat Lebih Dekat Kelenteng Tay Kak Sie

Tay Kak Sie adalah salah satu kelenteng utama di Semarang. Terletak di Gang Lombok, Tay Kak Sie pada awalnya terletak di Gang Gambiran. Namun karena dirasa kurang cocok, maka pada tahun 1771 kelenteng ini dipindahkan ke tempat sekarang. Tay Kak Sie disebut juga 'Istana Para Dewa' karena dewa-dewi yang dipuja di sini adalah yang terlengkap diantara seluruh kelenteng di pecinan Semarang.

Patung Yang Mulia Sam Poo Tay Djien atau yang lebih familiar dengan sebutan "Laksamana Cheng Hoo" berdiri gagah di depan Tay Kak Sie 
Tepat di belakang kelenteng bersejarah ini, terdapat kedai legendaris yang menjual makanan khas Semarang. Ada yang tau makanan khas Semarang? Ya! benar sekali! Gado-Gado! Apalagi kalau bukan Lunpia. Lunpia gang lombok ini adalah cikal bakal lunpia Semarang saat ini. So, udah kebayang kan gimana autentik rasanya? Dijamin enak dan kenyang! Dan yang terpenting rebungnya gak bau ketek. Itu yang terpenting :(

Baca Juga : Review Jujur : Lunpia Gang Lombok

Setelah puas melihat isi dari Tay Kak Sie, kami lalu menyusuri Jalan Gang Pinggir yang merupakan salah satu jalan utama di kawasan Pecinan. Di Gang Pinggir ini kita bisa menemukan banyak bangunan komersial seperti toko obat, kedai, restoran, hingga bank.
Sore hari di Pecinan Semarang
Jika menilik ke belakang, pecinan Semarang memiliki sejarah yang sangat panjang. Asal muasal pecinan Semarang tidak bisa dilepaskan dari peristiwa 'Geger Pecinan' di Batavia (Jakarta). Mbak Nadin mengatakan intinya Geger Pecinan adalah pembantaian orang Tionghoa oleh Belanda sebagai antisipasi pemberontakan oleh orang Tionghoa. Sejak saat itu, Belanda melakukan pemisahan pemukiman antara pribumi dan orang Tionghoa. Orang Tionghoa Semarang pun 'dipindah' dari kawasan Gedung Batu/Simongan (dekat Kelenteng Sam Poo Kong) ke tempat saat ini. Tujuannya agar mereka bisa leluasa mengawasi pergerakan orang Tionghoa  *manggut-manggut*


Baca Juga ; Menyambut Tahun Babi Tanah di Pasar Imlek Semawis 2570


Deretan pertokoan di Pecinan Semarang
Bak jatuh tertimpa tangga, ternyata nasib malang masih menghinggapi orang keturunan Tionghoa di Indonesia, bahkan setelah kemerdekaan. Rezim Orde Baru yang berkuasa saat itu melarang segala bentuk kegiatan yang berhubungan dengan kebudayaan Tionghoa. Mulai dari tempat ibadah, ritual agama, kepercayaan, dan hal lain yang berbau Tionghoa semua dilarang, termasuk bangunan bergaya khas Tiongkok dengan atap berbentuk pelana kuda. Akhirnya banyak orang Tionghoa Semarang yang 'memotong' bentuk pelana kuda di atap rumah mereka. 

Baca Juga : Jalan-jalan Virtual :Menjelajahi Eksotisme Kota Lama Semarang

Toko Kue Bulan di kawasan pecinan.
Kue Bulan merupakan kue khas Tiongkok yang digunakan untuk sembahyang 'Tiong Djiu' (musim gugur). Salah satu toko kue bulan legendaris di Semarang adalah Toko Kue Bulan Cap Bayi

Semarang Bukan Hanya Sam Poo Kong
Kalimat di atas sangat-sangat mewakili realita bahwa kebanyakan orang mungkin hanya mengenal Kelenteng Sam Poo Kong saja. Kenyataannya, kelenteng besar di Semarang bukan hanya Sam Poo Kong. Di Kawasan Pecinan sendiri terdapat kurang lebih 9 kelenteng, baik kelenteng keluarga maupun kelenteng untuk umum. Selain ke Tay Kak Sie,  Mbak Nadin membawa kami ke 7 kelenteng lainnya di Pecinan. Senapsaran kelenteng apa saja yang kami kunjungi? Cekidot!!

Kelenteng kedua yang kami kunjungi adalah Tong Pek Bio. Kelenteng ini mudah dijangkau karena letaknya di Gang Pinggir. Tong Pek Bio adalah rumah bagi Dewa Bumi, Hok Tek Tjing Sin. Tidak seperti Tay Kak Sie, halaman utama Tong Pek Bio terbilang sempit. Tidak seperti kelenteng pada umumnya, atap Tong Pek Bio juga nihil dari ukiran-ukiran naga.

Baca Juga : Jalan-Jalan-Jajan di Pecinan Jakarta

Tong Pek Bio
Dari Tong Pek Bio, kami meluncur ke kelenteng selanjutnya yakni Ling Hok Bio. Masih berlokasi di Gang Pinggir, Ling Hok Bio berdiri kokoh dengan 2 tiang utama sebagai penyangga. Terdapat empat dewa/dewi utama yang dipuja di kelenteng ini : Dewa Kongco Hok Tek Tjing Sin (Dewa Bumi), Cai Shen (Dewa Rezeki), Kwan Tee Koen, dan Kwan Im Po Sat (Dewi Welas Asih). Sama seperti Tong Pek Bio, Kelenteng Ling Hok Bio juga memiliki halaman yang relatif sempit. Ternyata hal ini diakibatkan oleh perluasan jalan yang harus mengorbankan halaman depan kelenteng. Hikz.....

Ling Hok Bio
Dari Ling Hok Bio, kami bergeser ke Kelenteng selanjutnya yakni Kelenteng Tek Hay Bio atau disebut juga Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Sinar Samudera. Dalam bahasa Indonesia, Tek Hay Bio bermakna Penenang Samudera. Kelenteng milik marga Kwee ini cukup unik karena dewa yang dipuja adalah 'dewa lokal'.... Hah, 'dewa lokal'? Gimana maksudnya???
Altar utama di Tek Hay Bio
Jadiiii...... kelenteng ini memuja Tek Hay Cin Jien sebagai dewa pelindung nelayan khususnya di wilayah Pantai Utara (Pantura) Jawa.  Tek Hay Cin Jien merupakan 'gelar' yang diberikan kepada Kwee Lak Kwa, seorang pedagang Tionghoa yang memberontak kepada VOC pada tahun 1740 (berbarengan dengan peristiwa Geger Pecinan). Kwee Lak Kwa kemudian ditangkap dan dibuang oleh VOC di sekitaran Tegal. Setelah dibuang, Kwee Lak Kwa sering menampakkan diri di wilayah pantura Jawa untuk menolong nelayan yang kesusahan. Nahhhhh sejak saat itulah Kwee Lak Kwa dianggap sebagai manusia yang memiliki 'kekuatan lebih' dan dipuja di kelenteng ini *manggut-manggut lagi*.

Baca Juga : 7 Things to do saat Imlekan di Semarang. Dijamin seru!

Kenampakan Tek Hay Bio (TITD Sinar Samudera)  dari seberang Gang Pinggir.

Sebuah tugu dengan patung ayam di puncaknya. Patung di tugu ini akan diganti sesuai dengan shio yang berlaku. Patung ayam  di tugu tersebut menandakan bahwa shio yang berlaku saat itu adalah shio ayam. Ada yang tau patung ini dipasang tahun berapa?
Ternyata walking tour kali ini sedikit memberikan kejutan bagi para peserta tour. Apa itu? Apakah di tengah perjalanan kami menemukan seonggok harta karun? Apakah di tengah perjalanan kami bertemu dengan Tayo si Bus Kecil Ramah? Bukan guys! Kejutan yang gua maksud adalah adanya sebuah kelenteng yang cukup besar yang terletak di Jalan Sebandaran. Namanya Kelenteng Hwie Wie Kiong, sebuah kelenteng yang didirikan oleh Marga Tan. 

Bangunan kelenteng ini cukup luas, halamannya juga cukup luas. Bahkan banyak warga yang memarkir mobil di halaman kelenteng ini. Dewa yang dipuja di Hwie Wie Kiong ini adalah Gai Tjiang Seng Ong (Dewa Perang) yang dipercaya selalu berpihak kepada orang terbelakang. Meskipun didirikan untuk Marga Tan, sekarang siapapun dengan latar belakang marga berbeda boleh berdoa di kelenteng ini.

Patung singa penjaga pintu (Foo Dog) di Kelenteng Hwie Wie Kiong. Patung singa ini lazim kita temui di bangunan bergaya Tiongkok baik kelenteng, pagoda, istana, atau makam. Patung ini selalu didirikan berpasangan. Patung di sebelah kanan melambangkan kekuatan Yin (Betina) dan patung sebelah kiri melambangkan Yang (jantan).
Ternyata, kejutan dalam walking tour tidak berhenti sampai di sini. Masih di Jalan Sebandaran, berdiri sebuah kelenteng yang cukup megah. Dari warna nya kita bisa tahu kalau kelenteng ini baru saja direnovasi. Kelenteng yang dimaksud adalah See Hoo Kiong. Sebelum dipugar dan direnovasi, kondisi kelenteng ini cukup menyedihkan. Cat yang berwarna muram dan terkelupas, ukiran yang rusak, dan bagian dinding yang tidak terawat. Padahal, See Hoo Kiong merupakan kelenteng termuda di kawasan pecinan yang dibangun tahun 1881 oleh Keluarga Liem.
Patung empat ekor kera di See Hoo Kiong.
Patung ini berpesan bahwa manusia harus menjaga pendengaran, lisan, kemaluan, dan  penglihatan 
Ternyata usut punya usut, kondisi tersebut karena para dewa yang 'menghuni' kelenteng tersebut tidak merestui adanya kegiatan renovasi. Pengurus kelenteng akhirnya membiarkan See Hoo Kiong dengan kondisi sama seperti saat dibangun dulu. Tapi sekarang, See Hoo Kiong menjelma menjadi salah satu kelenteng tercantik di Semarang. Serius, gua gak bohong! Warna merah nya yang menyala, halaman yang superrr luas, sampai ukiran yang sangat-sangat detail membuat para peserta walking tour saat itu terkagum-kagum. Gak percaya? Makanya ikut walking tour by bersukaria :P
Mbak Nadin dengan latar belakang See Hoo Kiong
Dewi yang dimuliakan di See Hoo Kiong adalah Dewi Laut (Tian Siang Seng Bouw). Hal ini berhubungan dengan lokasi See Hoo Kiong yang berada di depan Kali Semarang -yang alirannya bermuara di laut Jawa-. Dahulu, banyak nelayan yang berdoa dan sembahyang di kelenteng ini sebelum melaut. Mereka memohon keselamatan dan kelimpahan hasil tangkapan ikan. 
See Hoo Kiong, salah satu kelenteng terindah di Semarang, dengan latar belakang senja Semarang nan syahdu.
Petualangan menjelajahi Pecinan Semarang masih berlanjut ke 2 kelenteng lagi. Kelenteng yang kami lewati selanjutnya adalah Kelenteng Sioe Hok Bio, yang berarti "Makmur dan Panjang Umur". Dari segi ukuran, Sioe Hok Bio adalah kelenteng terkecil di kawasan pecinan. Eitss jangan salah, biarpun kecil, Sioe Hok Bio adalah kelenteng tertua di Pecinan yang dibangun tahun 1753. Sama seperti kebanyakan kelenteng di Pecinan, Sioe Hok Bio dibangun untuk memuja Dewa Bumi.

Sioe Hok Bio dibangun dengan posisi 'tusuk sate' yang bertujuan menangkal aura negatif di kawasan pecinan
Mbak Nadin lalu mengajak kami menuju destinasi terakhir, yakni Kelenteng Hoo Hok Bio. Untuk menuju Hoo Hok Bio, kami melewati sebuah jalan gelap dan cukup sempit bernama Gang Baru. Keadaan akan berubah 180 derajat di pagi hari, karena Gang Baru sejatinya merupakan sebuah pasar. 

Adanya pasar di Gang Baru karena dulu pergerakan orang Tionghoa sangat dibatasi oleh Belanda. Oleh karena itu, orang Tionghoa 'mengundang' orang pribumi Jawa untuk berjualan kebutuhan mereka. Hal ini berlanjut hingga sekarang dimana hampir seluruh pedagang di Gang Baru adalah orang Jawa. Seperti ituuu.


Tiba lah kami di destinasi terakhir, yakni Hoo Hok Bio. Sebelum 'ngulik' tentang Hoo Hok Bio, gua akan sedikit cerita tentang Rumah Kertas. Apa itu Rumah Kertas? Apakah rumah yang terbuat dari kertas? Yap. Benar. Dalam kepercayaan orang Tionghoa, arwah orang yang sudah meninggal dianggap masih membutuhkan barang-barang seperti layaknya orang yang masih hidup. Di alam akhirat, mereka membutuhkan rumah, pakaian, peralatan rumah, kendaraan, bahkan uang.


Nah, sanak saudara si almarhum biasanya akan mengirimkan kebutuhan tersebut melalui media Rumah Kertas, lengkap dengan miniatur perabot, kendaraan, pakaian, bahkan asisten rumah tangga. Ritual membakar rumah-rumahan ini adalah wujud bakti kepada orang tua.

Usaha kerajinan rumah kertas milik Bapak Bin Hook merupakan satu-satunya usaha rumah kertas di kawasan pecinan. Harga rumah kertas yang dijual bervariatif, tergantung ukuran rumah dan kelengkapan peralatan/perlengkapan. Usaha Rumah kertas ini adalah warisan dari kakeknya dan sudah bertahan selama 3 generasi. Wow.

Hoo Hok Bio. Pada saat kami ke sini, ternyata sedang ada arak-arakan kimsin (arca) karena salah satu dewa yang dimuliakan di sini sedang berulang tahun.

Tempat usaha rumah kertas ini berada di seberang Hoo Hok Bio, destinasi terakhir dalam walking tour kali ini. Kelenteng yang terletak di Gang Cilik ini dibangun tahun 1792 oleh saudagar kain. Yang unik dari kelenteng ini adalah adanya relief Fu Lu Shou, yang merupakan penggambaran tiga tujuan utama manusia ; umur panjang, kesejahteraan, dan kesuburan/keturunan.

Kakek dengan tongkat : umur panjang. Kaisar dengan jenggot panjang : kesejahteraan. Menggendong anak : kesuburan/keturunan
Dari tadi kita udah jelajah kelenteng-kelenteng di Pecinan, mulai dari Tay Kak Sie, Ling Hok Bio, sampai Hoo Hok Bio. Klean sadar gak sih ada dua kata yang 'selalu' ada di setiap nama kelenteng-kelenteng tadi? Yap. Sie dan Bio. Katanya sih....CMIIW ya. Kalau sebuah kelenteng memiliki nama berakhiran Sie, artinya kelenteng tersebut diperuntukkan untuk agama Buddha, Tao, dan Konghucu. Sementara jika berakhiran Bio, maka kelenteng tersebut diperuntukkan untuk agama Tao dan Konghucu. *manggut-manggut terakhir dalam edisi kali ini*.

Bisa dibilang dengan ikut walking tour secara tidak langsung menambah pengetahuan gua tentang kawasan Pecinan di Kota Lunpia ini. Mulai dari peristiwa Geger Pecinan, sejarah kue bulan, sejarah kelenteng di pecinan, dewa lokal di Ling Hok Bio, sampai ritual bakar rumah kertas khas orang Tionghoa. Ini baru pecinan Semarang loh gaes. Masih ada pecinan-pecinan lainnya di Indonesia yang memiliki kisah dan keunikannya tersendiri -yang tentunya menunggu untuk kita jelajahi-.


Terima Kasih, Bersukaria Walk!
p.s : Saya yang paling tampan dan berani

A great video by Nurmalita Rhizky
Orang yang tidak pernah jatuh bukanlah orang kuat. Orang kuat adalah orang yang selalu bangkit setiap kali terjatuh.
 -Kong Hu Cu

*Mohon maaf apabila terjadi kesalahan penulisan nama maupun penulisan cerita*

2 komentar:

  1. BANGGA SAYA TUHHH YOUTUBE SAYA DIPASANG DI AKHSADEW!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, Anda harus berbangga karena ga semua video bisa dipasang di akhsadew.blogspot.com :p

      Hapus

Diberdayakan oleh Blogger.