Gereja Blendug, Kemegahan Arsitektur Peninggalan Belanda


Semester baru, buku baru. Kali ini gue mengajak temen lama gue semenjak SMP pergi buat beli buku kuliah di daerah Semarang bawah. Namanya Fachmi (panggil saja Cepot). Akhirnya pada minggu (15/03) jam 7 pagi, kita berangkat ke Semarang Bawah.

Cepot : wa, abis beli buku kita ke Semarang Contemporary Art Gallery yok!
Gue : di mana tuh??
Cepot : di sekitar Kota Lama
Gue : Yuk, gue juga belom pernah ke sana.

Setelah selesai membeli buku yang gue inginkan, akhirnya kami pergi menuju Semarang Contemporary Art Gallery. Cepot bilang tempatnya ada di areal Kota Lama Semarang. Oke. Gue pikir ga bakal sulit menemukan lokasinya karena gue udah pernah ke kota lama. Tapi apa yang terjadi… ternyata lokasinya susah buat banget buat ditemuin. Sampe-sampe gue dan cepot kesasar gara-gara liat Google Maps yang sesat bin menyesatkan. Setelah serching di mbah Gugel, ternyata lokasinya ada di Jalan Srigunting.

Gue : Pot..pot…ini di mana yak? Kok banyak mobil-mobil tronton sih? kok banyak kontainer ?
Cepot : gak tau. yodah sono nanya

Gue pun bertanya pada bapak-bapak penjaga warung

Gue : pak, mau tanya, kalo Jalan Srigunting di mana ya ?
Si Bapak : ooh, kalo jalan Srigunting di sana mas. Mas muter balik aja. Mas ngapain di sini? Di sini pelabuhan. Ga ada tempat wisata.
Gue : (Jirr PELABUHAN???! Bisa-bisanya si Cepot bawa gue kepelabuhan). ooh yaudah makasih ya pak.

Gue dan cepot akhirnya memutar arah. Setelah bertanya dan bertanya (kayak pembantu baru), akhirnya kami menemukan lokasi yang dituju (Semarang Contemporary Art Gallery). Satu yang menarik perhatian gue, ternyata lokasinya berdekatan dengan Gereja Blendug. Gereja Protestan yang memiliki kubah ini adalah gereja tertua se-antero Jawa Tengah. Sebenarnya gue lebih tertarik dengan gereja ini daripada dengan Semarang Contemporary Art Gallery. Tapi berhubung si cepot udah ngebeeeeet banget buat ke sana, yaudah lah ya.


Kami sampai di lokasi sekitar jam setengah 10 pagi. Ternyata, galerinya buka jam 10 pagi. Sembari menunggu galeri buka, akhirnya kami pun berkeliling dan foto-foto di sekitar gereja.

Tiba-tiba:

POOOOOOOOOTTTTTT!!!

Cepot : apaan sih wa? bikin kaget njirr

Ternyata di sekitar gereja, gue melihat bus wisata SEMARJAWI (Semarang Jalan-jalan dan Wisata).

Gue kaget njir. Gue sangka bis ini hanyalah mitos belaka, namun ternyata eksistensi bus ini benar adanya. Gue pun ga mau melewatkan kesempatan ini buat foto bareng bus SEMARJAWI.
Bus Semarjawi
Gue sih pengen banget naik bus ini, tapi keknya bayar dah wakakak. soalnya yang naik sedikit. (kalo gratis kayak Bus Tingkat Jakarta sih pada rame berebut). Yaudah lah ya…. Lain kali mungkin.

Kembali lagi mengenai Gereja Blendug ini. Di samping gereja, terdapat sebuah taman yang bernama Taman Srigunting. Taman ini selain menjadi tempat rekreasi, ternyata juga digunakan oleh sebagian Jemaat Gereja untuk belajar agama. Hal itu terbukti ketika gue berkeliling taman, terdapat seorang gadis remaja sedang mengajarkan alkitab kepada dua orang anak. Oiya, karena gue ke sini pas hari minggu, jadi suasana di sekitar gereja ruameee banget. Mungkin gerejanya dipake buat kebaktian minggu kali ya.

Taman Srigunting (eh ada orang ganteng lewat *hueeek)
Sekadar informasi, nama asli gereja ini adalah G.P.I.B Immanuel. Penduduk menyebutnya Gereja Blendug (Blenduk/Mblenduk) karena eh karena gereja ini memiliki kubah di atasnya (blendug=Kubah). Gereja ini dibangun pada tahun 1753. Bangunan ini sangat menonjol dibandingkan bangunan-bangunan di sekitarnya. Boleh dibilang, Gereja Blendug adalah landmark dari kota lama Semarang.

Gereja Blendug dilihat dari Taman Srigunting
Gereja ini memiliki dua menara. Menara ini dibangun pada saat renovasi tahun 1894. Di menaranya juga ada jam nya loh. Tapi sepertinya jam nya sudah tidak berfungsi lagi deh. Soalnya jamnya selalu menunjukkan pukul 09.00. Padahal pas gue cek HP, udah hampir jam 10.

Gereja Blenduk di Kota Lama Semarang
Gue pengen banget masuk dan melihat interior gereja ini lebih dalam. Tapi sepertinya gereja masih dipake jemaat buat kebaktian. Karena tidak ingin mengganggu kekhusyukan mereka, akhirnya gue hanya menikmati kemegahan gereja ini dari luar.

Buat yang penasaran sama yang namanya Cepot, ini dia penampakannya

Di sekitar gereja juga terdapat banyak gedung-gedung tua. Salah satunya adalah Gedung Marba. Setelah searching di mbah Gugel, ternyata gedung ini bukanlah peninggalan kolonial Belanda, melainkan peninggalan seorang saudagar kaya dari negeri Yaman yang bernama Marta Badjunet. Oleh karena itu, gedung ini dinamakan Gedung Marba yang merupakan singkatan dari nama MARta BAdjunet. Tidak ada aktivitas yang nampak di gedung ini

Gedung Marba
salah satu pintu di gedung Marba

Setelah setengah jam berkeliling area gereja, akhirnya gue dan cepot melanjutkan perjalanan ke Semarang Contemporary Art Gallery. Di sepanjang jalan menuju galeri bisa kita temukan para pedagang yang menjual barang-barang antik.
W dan salah satu barang antik yang dijual

Ukuran gedungnya relatif kecil dan letaknya agak tersembunyi dari keramaian jalan. Jadi buat kalian yang pengen ke sana harus cermat dan teliti ya. Buat masuk ke dalam, dikenakan biaya Rp10.000. Seperti galeri nasional di Jakarta, galeri ini berisi karya-karya kontemporer dari seniman-seniman, baik lokal maupun mancanegara. Gue pun kurang paham apa yang dimaksud karya seni kontemporer. Kalau inflasi /deflasi/GNP/elastisitas gue baru ngerti.

Setelah berkeliling selama hampir 1 jam, kami pun pulang. Namun di perjalanan, gue dan cepot mampir ke simpang lima. Ada apa gerangan???!! Apakah cepot ingin berbelanja di Citraland?? Tidak. Apakah gue ingin solat di masjid Baiturrahman Simpang Lima??? Tidak. Ternyata tak lain dan tak bukan, hanyalah untuk mewujudkan hasrat gue foto di plang tulisan simpang lima..…. Haha.. Entah dari dulu gue ngidam banget buat foto di sini (sumpah ga penting)

yuhuuuu akhirnya foto juga di Simpang Lima :'')

Sekian jalan-jalan asyik kali ini. Tunggu yaaaa postingan gue selanjutnya

It is not the beauty of a building you should look at; its the construction of the foundation that will stand the test of time.

 -David Allan Coe

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.