Back to Solo Part III : Tiga Jam Mendayung, Empat Destinasi Terlampaui


Upacara di pabrik SRITEX selesai sekitar jam 10 pagi. Sementara rombongan media dijadwalkan balik ke Kota Solo sekitar jam setengah dua siang. Ini berarti, masih ada waktu jeda sekitar 3 jam. Tanpa pikir panjang, gua langsung hubungi teman kuliah gua yang tinggal di Sukoharjo, tidak lain dan tidak bukan adalah Henty si pemilik Blog Wanita Petualang.

Daaan, untungnya jarak dari rumah Henty ke pabrik SRITEX ga terlalu jauh. Plus, di Sukoharjo ga ada tuh yang namanya ‘macet’...

“Hen, jangan lupa bawa helm dua biji yak,” chat gua ke Henty.

Kan gak lucu dong lagi asyik-asyik keliling Solo eh kena tilang gara-gara gak pake helm. Nanti w harus sidang tilang di Solo dong 🤣

Sekitar 15 menit kemudian, ada WA dari Henty yang ngasih tahu kalo dia udah nyampe di depan Pabrik SRITEX. Sementara gua masih ngos-ngosan jalan kaki dari tempat upacara ke pintu gerbang keluar yang jaraknya sekitar 2 km! Serius jir ga boong! Sempet nanya juga ke salah satu ibu-ibu karyawan SRITEX, ternyata karyawan di sini udah biasa jalan kaki dong… SALUTT 👏👏

Oke, lupakan sejenak masalah jalan pulang dari SRITEX yang panjangnya ga abis-abis. Tanpa membuang waktu, gua dan Henty langsung meluncur ke Solo.

BTW, lalu lintas di Solo emang gak terlalu padet guys, tapi cuacanya cukup panas meskipun ga sepanas Jakarta atau Semarang. Pengendara di sini juga cukup tertib dalam artian, ketika lampu merah ya mereka berhenti. Tipe pengendara motor/mobilnya hampir sama kayak Semarang sih.

Destinasi pertama kami di Solo adalah sebuah pasar legendaris yakni Pasar Klewer yang terletak di Kecamatan Pasar Kliwon. Menurut informasi, Pasar Klewer merupakan pasar tekstil terbesar di wilayah Solo Raya. FYI, Pasar Klewer dan SRITEX memiliki keterkaitan yang kuat, loh. Ada yang tau kenapa?????
Gapura ikonik Pasar Klewer. Ada lambang Kasunanan Surakarta di atasnya.
Ya seperti yang sudah gua tuliskan di awal bahwa cikal bakal SRITEX berasal dari sebuah kios tekstil sederhana yang didirikan pada tahun 1966 di Pasar Klewer dengan nama Usaha Dagang (UD) Sri Rejeki. Perusahaan ini terus berkembang hingga jadilah saat ini SRITEX menjelma sebagai perusahaan tekstil terintegrasi terbesar se-Asia Tenggara.

Netizen : Pertinyiinnyi, lu ngapain ke Pasar Klewer, Wa?

A. Cari nafkah
B. Cari Jodoh
C. Cari Wangsit
D. Cari masalah

Jiwibinnya adalah demi mencari daster pesanan emak gua.. WKWKWK

Jadi, sebelum gua caw ke Solo, emak gua udah wanti-wanti dan bilang pokoknya dia mau dibawain oleh-oleh daster dari Solo. Yaa daripada gua dikutuk jadi batu bata mending diturutin aja khan~ Itung-itung berbakti kepada kedua orang tua..

Daster pesenan emak gua tuh bukan sembarang daster, tapi daster tipe kalelawar WKWKW. Bingung ga lu? W yang ga pernah berhubungan dengan dunia perdasteran tiba-tiba disuruh beli daster jenis kalelawar...….. Inilah salah satu alasan kenapa gua ngajak Henty, yakni biar dia bisa ngebantu pilihin mana daster kalelawar yang cocok buat emak-emak.

Udah tuh, gua dan Henty berburu daster tipe kalelawar dari toko ke toko. Tapi, sayangnya ga semua toko di Pasar Klewer jual daster tipe kalelawar. Giliran ada, eh emak gua kurang 'sreg' sama motif dan warnanya, karena dia maunya daster warna gelap. Giliran ada warna gelap, eh harganya yang ga cocok WKWKWK. Duarrrrr pucing gak tuh......

Surga belanja batik di Solo? Ya Pasar Klewer jawabannya~~ 
Ternyata, Pasar Klewer ini merupakan pasar jenis ‘borongan’ guys. Boleh dibilang, banyak pedagang eceran (ritel) yang beli pakaian dari Pasar Klewer ini untuk dijual kembali. Kalian bakal dapet harga yang lebih murah kalau beli secara borongan alias banyak. Yaaa minimal satu lusin alias 12 biji, kata pedagangnya. Kalian bakal dapet potongan harga yang lumayan kalau beli borongan. Misal kalian beli satu baju dengan harga Rp 50.000 per potong. Kalau kalian beli borongan, seenggaknya kalian bisa dapet baju dengan harga Rp 30.000 sampai Rp 40.000 per potong. Lumayan, kan?

Oh iya, jangan lupa buat nawar ya. Tawar menawar dalam jual beli khususnya di pasar adalah sesuatu yang wajar, kok. Inilah alasan kedua gua mengajak Henty, yakni agar proses tawar menawar dengan pedagang menjadi lebih lancar karena biasanya pedagang akan lebih ‘sreg’ dengan pembeli yang bisa berbahasa Jawa.

*Padahal w udah kuliah 4 tahun di Semarang tapi bahasa Jawa gua masih berantakan Ya allah 😭

Sedikit tips ya, kalau kalian cari segala jenis pakaian dengan motif batik (baik itu daster, kemeja, tas, atau kain batik), tempatnya ada di lantai 2 Pasar Klewer. Yaaaaaaa siapa tau pas kalian ke Solo ada niatan buat beli daster kalong kayak emak w WKWKW~~~

Tiga buah daster tipe kalelawar super sudah di tangan. Urusan daster kalong emak Alhamdulillah udah beresss resss. Tujuan kedua kami adalah Keraton Surakarta. Tapiii, sebelum ke Keraton kami mampir terlebih dahulu ke Masjid Agung Surakarta. Letaknya persis di seberang Pasar Klewer.
Masjid Agung Surakarta. Kemuncak dari masjid ini bukanlah kubah melainkan berbentuk seperti paku bumi
Masjid Agung Surakarta termasuk salah satu masjid bersejarah di Kota Solo. Masjid peninggalan Kerajaan Mataram Islam ini dibangun oleh Pakubuwono III sekitar tahun 1749. Merujuk pada Indonesiakaya.com, bangunan utama masjid berukuran 34,2 meter x 33,5 meter dan mampu menampung sekitar 2.000 jamaah.

Ornamen di kompleks Masjid Agung Surakarta
Masjid ini memiliki sebuah menara dengan ketinggian 33 meter. Sama seperti masjid lainnya, fungsi dari menara ini adalah untuk mengumandangkan azan. Untuk sampai ke puncak menara ini, muazin harus melewati 138 anak tangga. Sekarang, pengelolaan masjid ini diserahkan kembali kepada Keraton Kasunanan Surakarta berdasarkan Kepres RI No. 23 tanggal 23 Juli 1988.
Interior Masjid Agung Surakarta 
Salah satu keunikan Masjid Agung Surakarta adalah dominasi warna pada bangunannya. Jika kalian pernah berkunjung ke masjid ini atau sekadar googling di Internet, kalian pasti menyadari jika warna biru laut mendominasi masjid ini, sama seperti warna dominan pada Keraton Solo.

Bagian selasar masjid
Setelah sembahyang di Masjid Agung Surakarta, saatnya kami mengunjungi destinasi utama kami yakni Keraton Surakarta. “Alhamdulillah akhirnya kesampean juga masuk ke Keraton Solo” gumam hamba dalam hati. Kalian tau sendiri kan gua paling seneng sama wisata budaya begini. Kamera HP udah siap, dompet beli tiket udah siap, kaki juga udah siap buat keliling-keliling kompleks keraton. Etapi kok ya tumben pintu masuk ke keratonnya sepi-sepi aja…. Padahal ini hari Sabtu….


TERNYATA GAES…. TERNYATA…. KERATON SOLONYA TUTUP DONG KARENA HARI ITU TANGGAL 17 AGUSTUS WHICH MEANS ADALAH HARI LIBUR NASIONAL

Me be lyke : 

Ternyata ga cuma gua dan Henty aja yang gak tau kalau keraton ini tutup, pengunjung lain pun ternyata banyak yang gak tau. Heuheu bukan rejeki namanya :””) Gak bisa masuk, akhirnya gua hanya melihat kemegahan keraton ini dari luar sahaja~~
Kamu........yang aku mau💔

Akhirnya aq berfoto di depan Keraton SO-LO
Ukiran naganya itu loh yang bikin terkesima. detail bangettt

Sedikit cerita tentang Keraton Surakarta. Keraton Surakarta dibangun pada tahun 1745 oleh Raja Pakubuwana II (PB II). Berdirinya keraton ini tidak bisa lepas dari sejarah Kerajaan Mataram Islam. Singkatnya, pada masa pemerintahan Pakubuwana II, Kerajaan Mataram mendapat serbuan dari pemberontakan orang-orang Tionghoa yang mendapat dukungan dari orang-orang Jawa anti VOC pada tahun 1742.

Istana Mataram yang berpusat di Kartasura saat itu mengalami kerusakan parah. Kota Kartasura berhasil direbut kembali berkat bantuan Adipati Cakraningrat IV, penguasa Madura Barat yang merupakan sekutu VOC.

Salah satu gapura di Keraton Solo

Akan tetapi, kondisi keraton saat itu sudah rusak parah. Pakubuwana II kemudian memutuskan untuk membangun istana baru di Desa Sala (Solo) dan menjadikannya ibukota Kerajaan Mataram Islam yang baru. Setelah istana kerajaan selesai dibangun, nama Desa Sala kemudian diubah menjadi Surakarta Hadiningrat.

Pengawal/Penjaga Keraton Surakarta Hadiningrat

Ternyata tepat di depan loket tiket masuk Keraton Solo terdapat sebuah bangunan Pura yang masih jadi satu bagian dengan kompleks Keraton. Karena saat itu masih jam setengah 1 siang, gua dan Henty memutuskan untuk mampir ke sana, itung-itung buat mengobati kekecewaan akibat gabisa masuk ke Keraton Solo.

Ada yang tahu ini patung apa?
Ini adalah patung tiga dewa utama dalam ajaran Hindu ; Brahma (Sang Pencipta), Vishnu (Sang Pemelihara), dan Shiva (Sang Pelebur) 
Tempat ibadah umat Hindu ini bernama Pura Mandira Seta yang bermakna “Pura yang terdapat pohon Beringin Putih”. Pura ini menjadi salah satu tempat bagi umat Hindu Solo Raya untuk melaksanakan tapa brata penyepian (Hari Raya Nyepi). Tiket untuk masuk ke dalam Pura ini cukup murah, hanya Rp 5.000 per orang. Tiket masuk ini sudah termasuk layanan tour guide. Di pintu masuk terdapat replika kereta kencana ala ala kerajaan Jawa githu deh, cocok buat kalian yang hobi foto-foto terus diaplod ke IG.

Tour guide
Memasuki area Pura, pengunjung langsung disambut dengan gapura khas Bali dengan pohon bunga Kemboja. Selain itu, patung dewa-dewi dalam agama Hindu juga menambah kental suasana ‘magis’ tempat ini. Jadi throwback pas KKL di Bali deh Hahaha.

Singkat cerita, Pura Mandira Seta didirikan oleh Hardjanto Pradjapangarsa, seorang tokoh agama Hindu Jawa Tengah. Pada tahun 1960-an ia memutuskan untuk memeluk agama Hindu setelah melalui tapa brata dan penyepian.

Meskipun pura merupakan tempat ibadah bagi umat Hindu, namun di Pura Mandira Seta ini terdapat satu bagian khusus yang dapat digunakan untuk beribadah umat agama lainnya. Umat Buddha, Konghucu, bahkan penghayat aliran kepercayaan seperti Kejawen pun bisa beribadah di sini.

Salah satu bagian vital dari Pura Mandira Seta

Oh iya, beberapa bagian dari bangunan ini tidak boleh asal/sembarangan diambil gambarnya. Sang tour guide bilang, pengambilan gambar harus seizin dirinya serta harus disertai dengan hati dan niat yang baik. Intinya, ketika kita masuk ke Pura ini pikiran kita haruslah bersih dan positif. Buanglah jauh-jauh sifat iri, dengki, amarah, dendam, rasa ingin rebahan mulu, dll.

*****

Daaaan usai sudah petualangan singkat Akhsadew edisi jelajah Solo kali *padahal mah destinasinya cuma di sekitaran Keraton Solo doang wks*. Sesuai dengan judulnya dong ; Tiga Jam Mendayung, Empat Destinasi Terlampaui ; Pasar Klewer, Masjid Agung Surakarta, Keraton Solo, dan berakhir di Pura Mandira Seta.

Tapi gapapa, semoga ke depannya masih diberi kesempatan untuk dapat berkunjung dan menjelajah setiap bagian dari Kota kecil nan bersahaja ini. Matursuwun juga buat Henty yang udah mau nemenin gua dalam jalan-jalan singkat kali ini. Yang mau berkunjung ke Blognya Henty, bisa klik di sini yaaa.

matursuwun mbak Henty

Aku percaya, dalam tiap kebudayaan di dunia tersimpan nilai-nilai kearifan dan kebaikan, selain tentu saja keindahan...”

― Maisie Junardy

2 komentar:

  1. Akhirnya bisa berkeliling ke Kota Solo, walaupun hanya 2 jam.. haha semoga lain waktu ke Solo lagi dan ke Mangkunegaran.. :D wkwkwk

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.