Jawa Tengah
Semarang
Wisata
Jelajah Ambarawa #2: Benteng Pendem, Cantik namun Terbengkalai
Setelah dari Eling Bening, perjalanan
kami belumlah usai. Kami kemudian melipir ke destinasi selanjutnya yakni
Benteng Fort Willem I atau masyarakat sekitar menyebutnya Benteng Pendem. Jarak
Eling Bening menuju Benteng Pendem kurang lebih 2 Km. Tidak susah menemukan
benteng ini karena letaknya yang di pinggir jalan raya.
Ada dua alternatif jalan untuk menuju benteng ini, yakni lewat jalan di samping RSUD Ambarawa atau belakang Markas YonKav 2/Tank Turangga Ceta. Namun, GPS mengarahkan kami untuk lewat jalur Markas YonKav 2/Tank Turangga Ceta. Awalnya sempat ragu karena harus melewati daerah militer, namun petugas penjaga memperbolehkan kami (pengunjung) masuk dengan syarat membuka masker/ penutup wajah. Yeah, Benteng pendem, I am Coming!!!!
Yang bikin cukup kaget ternyata sebagian dari Benteng Pendem ini digunakan sebagai Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Ambarawa. Tetapi, ada wacana untuk merelokasi warga binaan lapas karena Benteng Pendem akan dijadikan sebagai tempat wisata oleh Pemerintah Kabupaten Semarang. Bagian dari bangunan benteng yang bisa dikunjungi ada disebelah kiri Lapas *jangan salah masuk ya*. Oh iya, untuk memasuki Benteng ini, pengunjung tidak dikenakan tiket masuk, hanya perlu membayar parkir Rp.3000.
lapuk dimakan zaman |
Menurut beberapa sumber, membutuhkan waktu 11 tahun (1834-1845) untuk membangun benteng ini. Benteng berbentuk persegi panjang berlantai dua ini dulunya dibangun Belanda sebagai kompleks militer, barak, dan gudang senjata. Konon katanya, biaya untuk membangun benteng ini adalah lebih dari 4 juta Gulden. Just Wow! Nama Willem berasal dari nama Raja Belanda, yakni Willem I Frederick.
Eksotisme benteng ini sudah tampak ketika kita memasuki kompleks benteng. Benteng Pendem didominasi oleh pintu-pintu lebar melengkung khas arsitektur kolonial mirip seperti Lawang Sewu. Gua rasa, semua sudut di tempat ini bisa menjadi objek foto yang ciamik.
Warna
merah mendominasi benteng ini, menyiratkan bahwa benteng ini dibangun dari batu
bata merah. Tanaman yang tumbuh liar menambah keeksotisan benteng ini. Berada di benteng ini
membuat pengunjung sibuk dengan kamera, termasuk gue hwhwhw. Tapi suer,
benteng ini emang bagus dan megah banget!
sibuk dengan kamera masing-masing *yang gua pegang padahal HPnya Henty wkwk |
Dari kiri ke kanan :
Akhmad Sadewa, Samuel Petra, Henty Eka, Novi Pusparini, Gracye Pane, Dewi
Setyoningrum, Adhevyo Reza
|
Tetapi sayang semua
itu tidak dibarengi niat pemerintah setempat untuk merawat tempat ini. Beberapa
bagian bangunan yang terbuat dari kayu Nampak sudah lapuk. Pengunjung juga
dilarang naik ke lantai dua karena kondisinya sudah lapuk dimakan zaman. Sebagian
besar bangunan ini plesterannya mayoritas telah terkelupas.
Belum lagi
banyaknya pedagang yang lalu lalang yang jujur membuat pengunjung sangat
terganggu. Mau foto dikit eh tukang bakso lewat, tukang pempek lewat, trus
apalagi, hm dan tukang-tukang yang lain. Sudah selesai? Belum!! Ternyata ada
lagi nih yang sangat disayangkan, yakni adanya pengunjung yang parkir
sembarangan sehingga mengganggu aktivitas pengunjung lain
Yang lebih menyedihkan
lagi, meski sudah jelas-jelas ada tulisan PENGUNJUNG DILARANG NAIK (ke
lantai dua), tapi masih aja ada pengunjung yang nekad buat naik. Yeah, Selamat
datang di Indonesia dimana peraturan dibuat justru untuk dilanggar. Berada di Benteng
Pendem membuat gua merasakan kagum sekaligus sedih. Kagum karena zaman dahulu
manusia sudah mampu membangun benteng semegah ini, tetapi sekaligus sedih
karena generasi penerus sekarang (khususnya pemerintah) seakan tidak peduli
dengan keberadaan bangunan bersejarah ini.
Padahal jika dirawat dan dikelola dengan baik, benteng Pendem mampu menarik wisatawan lokal dan mancanegara untuk berkunjung, dan akhirnya menambah pendapatan daerah dari sector pariwisata. Setelah puas menikmati benteng Willem I, kami pun pulang dan membayar parkir Rp 3000 kepada Bapak penjaga.
Padahal jika dirawat dan dikelola dengan baik, benteng Pendem mampu menarik wisatawan lokal dan mancanegara untuk berkunjung, dan akhirnya menambah pendapatan daerah dari sector pariwisata. Setelah puas menikmati benteng Willem I, kami pun pulang dan membayar parkir Rp 3000 kepada Bapak penjaga.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusyah semoga pemerintah bisa segera revitalisasi ya, biar bisa bagus dan terawat kayak lawang 1k
BalasHapus