Yuk Mengenal Condet, Cagar Budaya Yang Tinggal Kenangan


Akhir-akhir ini nama Condet sempat menjadi viral khususnya di kalangan pengguna media sosial. Bukan tanpa alasan, sebab anak muda alay bin ababil yang mengaku paling tajir se-Condet sedang mencari jodoh yang bisa diajak berfoya-foya. Seketika postingan anak ini pun menjadi viral. Bukan karena tampangnya yang pas-pasan namun belagunya minta ampun, tetapi juga anak tersebut mengaku berasal dari Condet. Seketika Condet pun menjadi terkenal. Itulah yang gua rasakan di kampus. Semua bertanya : "Apa sih Condet itu? Nama Kecamatan? Kelurahan? Provinsi atau lainnya?" Hmmmmm daripada bingung, yuk kita kenal Condet lebih dalam.

1. Condet bukan nama Kecamatan ataupun Kelurahan


Festival Condet
(via : kompas.com)
Condet merupakan sebuah daerah yang terletak di Kotamadya Jakarta Timur. Wilayah Condet terdiri atas 3 kelurahan, yakni Batu Ampar, Balekambang, dan sebagian Kampung Tengah. Ketiga kelurahan itulah yang kemudian membentuk sebuah daerah bernama Condet. Nama Condet berasal dari nama sebuah anak sungai Ciliwung, yaitu Ci Ondet. Ondet, atau ondeh, atau ondeh – ondeh (semacam pohon buni yang buahnya biasa dimakan). Dahulu Condet dihuni oleh mayoritas orang Betawi. 

Namun, seiring berkembangnya zaman warga pendatang mulai berdatangan sehingga membuat orang Betawi terpinggirkan. Di antara ketiga kelurahan yang membentuk daerah Condet, Kelurahan Balekambang lah yang paling banyak terdapat orang Betawi (30%)

Baca Juga : Jelajah Little Tokyo dan Keseruan Ennichisai 2019

2. Pernah Jadi Cagar Budaya

Rumah Adat Betawi di Jalan Pangeran, Kelurahan Balekambang
(sumber : Detikfoto)
Tahukah kalian kalau Condet pernah jadi Cagar Budaya? Ini serius loh! Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur No.D.IV-1V-115/e/3/1974, daerah condet dijadikan Cagar Budaya oleh gubernur yang menjabat saat itu yakni Ali Sadikin. Banyaknya masyarakat Betawi yang tinggal di Condet menjadi alasan Bang Ali untuk menjadikan Condet sebagai cagar budaya. Akan tetapi, 30 tahun kemudian tepatnya tahun 2004, status Condet sebagai Cagar Budaya dicabut dan dipindahkan ke kawasan Setu Babakan di Sregseng Sawah, Jakarta Selatan. Meski begitu, kita masih bisa melihat sisa-sisa bangunan cagar budaya, salah satunya ada di kelurahan Balekambang.

3. Status sebagai Cagar Budaya Buah-Buahan Juga Pernah disandang Condet. 

Elang Bondol-Salak Condet
Dahulu Condet terkenal sebagai penghasil buah-buahan khas, salah satunya adalah salak Condet. Rasa dari salak ini sangat khas, yakni campuran antara sepat, manis, dan asam. Masyarakat Condet patut berbangga karena Pemda DKI Jakarta menetapkan Salak Condet sebagai maskot Ibukota bersama Elang Bondol yang kemudian sempat menjadi lambang TransJakarta. Bukan hanya salak, dahulu Condet juga dikenal sebagai penghasil buah dukuh dan durian yang dikenal dengan nama Dukuh Condet dan Durian Condet. 

Baca Juga : Wisata Kuburan ke Ereveld Menteng Pulo

Alasan-alasan itulah yang kemudian pada tahun 1975, Gubernur Ali Sadikin menetapkan Condet sebagai Cagar Budaya Buah-buahan. Tetapi kelezatan buah-buahan khas Condet pun tinggal kenangan karena banyak kebun buah-buahan khas Condet yang beralih fungsi menjadi perumahan atau bangunan komersil. 


Baca Juga : Jalan-Jalan-Jajan di Pecinan Jakarta

4. Jika Palembang Punya Jembatan Ampera, Condet Juga Punya Jembatan Pasar Minggu.

Jembatan Pasming di malam hari
(sumber :rushyudha.tumblr.com)
 
Warga Condet tentu sudah tidak asing dengan Jembatan Pasar Minggu. Jembatan yang menghubungkan Pasar Minggu dengan Condet Balekambang ini melintang di atas Kali Ciliwung yang memisahkan Jakarta Timur dengan Jakarta Selatan. Jembatan ini sempat hancur akibat banjir besar tahun 2007 silam. Yang kita lihat sekarang ini adalah jembatan baru yang sudah dibangun kembali.

5. Keturunan Arab Condet

Al Hawi Condet
Jika kita memasuki wilayah Condet dari arah Cililitan, maka kita kan menjumpai banyak toko yang menjual parfum, obat-obatan dan aksesoris Timur Tengah. Kawasan ini disebut dengan Al Hawi. Di sini terdapat kompleks pemakaman tempat peristirahatan terakhir para habib terkenal. Ada yang mengatakan banyaknya warga keturunan Arab bermukim di Condet sejak Habib Umar bin Hud Alatas tinggal dan membuka pengajian.

Masjid para Habaib ini sudah berumur ratusan tahun dan merupakan saksi sejarah perkembangan Islam di Condet. Masjid ini pula adalah tempat berkumpulnya para ulama keturunan Arab dari seluruh penjuru Jabodetabek. Namun sekitar Alhawi merupakan simpul kemacetan di Condet karena median jalan yang kurang lebar. 

Baca Juga : Kota Tua Jakarta dan Hikmah di Balik Semua Peristiwa

6. Banyaknya Toko Bibit Minyak Wangi di Condet membuat Condet diberi julukan Kampung Wangi.
salah satu Toko Parfum di Jalan Raya Condet
(sumber : Sidomi)
Masih di Jalan Condet tepatnya di sekitar masjid Al Hawi, puluhan toko yang menjual parfum berjejer rapi. Kisah Jalan Condet yang kini berubah menjadi Kampung Wangi ini bermula dari orang-orang Arab yang mulai menetap di Condet sejak tahun 1980-an. Hal ini karena berkembangnya bisnis penempatan tenaga kerja Indonesia untuk kawasan Timur Tengah di area tersebut. Warga keturunan Arab yang mendiami tempat itu dikenal suka menjajakan minyak wangi sebagai salah satu komoditasnya. Selain menjual parfum, toko-toko ini juga menjual pernak pernik timur tengah seperti peci, tasbih, juga oleh-oleh khas tanah suci.

7. Festival Condet, Event Tahunan untuk Memperkenalkan Condet

Festival Condet
(sumber : kompas.com)
Guna melestarikan kebudayaan Betawi, maka digelarlah Festival Condet di wilayah Kelurahan Balekambang. Dalam Festival ini akan ditampilkan bermacam budaya Betawi seperti Ondel-ondel, lenong Betawi, hadroh, marawis dan lainnya. Selain itu, pengunjung akan dipuaskan dengan kuliner khas betawi seperti dodol betawi, bir pletok, dan soto Betawi. Rencananya, Festival Condet akan menjadi agenda tahunan Pemprov DKI Jakarta

***

Gimana, udah pada tahu dong seluk beluk Condet? Mengingat banyaknya potensi yang dimiliki Condet tentu kita berharap pemerintah segera mengembalikan fungsi Condet sebagai Cagar Budaya Buah-buahan. Supaya kelak anak cucu kita bisa merasakan langsung kelezatan salak, dukuh, dan durian Condet, bukan sekadar cerita dari mulut ke mulut.

Budaya tidak pernah berakhir, selalu ada yang baru. Selalu ada bentuk kesenian yang baru, gerak tari, lagu, lukisan. Budaya adalah kisah tanpa akhir..
-Maisie Junardy

4 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.