Enjoy Jakarta
Museum
Wisata
Kota Tua Jakarta dan Hikmah di Balik Semua Peristiwa
Setelah resmi menyandang status
sebagai beban negara alias pengguran, kesibukan utama gua tentu mencari
pekerjaan. Lamaran pun sudah gua kirim ke beberapa perusahaan yang kebanyakan adalah
perusahaan produksi barang konsumsi cepat habis /Fast Moving Cosumers Good
(FMCG) dan media. Kedua jenis perusahaan ini gua pilih karena sesuai dengan
latar belakang pendidikan dan organisasi ketika gua kuliah dulu.
Bak gayung bersambut, tiba-tiba
gua dapat telepon dari nomor yang gak dikenal, dan sialnya gak gua angkat
karena lagi makan. Gua telpon berkali-kali tetep ga diangkat. Setelah 12 kali
percobaan, akhirnya telpon itu diangkat. Dan ternyata……… *drum stick roll*… Perusahaan
produsen makanan favorit anak kosan –yang tak lain dan tak bukan adalah mie instan- terbesar di Indonesia mengundang gua untuk tes
seleksi awal.
Baca Juga : Kepingan Sejarah Antara Rasuna Said dan Casablanca
Senin, 8 April 2019, sejak
pagi-pagi buta gua berangkat ke lokasi tes di daerah Ancol. Gua naik
transportasi andalan warga Jabodetabek yakni Commuter Line. Sumpah, itu adalah
pengalaman pertama kali naik KRL di jam berangkat kantor. Berangkat dari
Stasiun Pasar Minggu dengan kondisi penumpang penuh, desek-desekan, dan berdiri
sampai Stasiun Jayakarta. Dalam hati bergumam “Duh, perjuangan banget
sih buat cari duit”. Akhirnya dengan penuh perjuangan, gua tiba di stasiun
akhir yakni Stasiun Jakarta Kota.
Tes dimulai jam 08.00 tapi jam
7.30 gua udah sampe di lokasi tes. Ada sekitar 40-50 orang yang ikut tes, dan
anehnya semuanya pesertanya adalah laki-laki wkwk. Beneran, ga ada perempuan satu pun. Oke, gagal cuci
mata. Dannnn… untuk pertama
kalinya gua ketemu temen satu almamater dong, anak Undip Jaya Selama-lamanya.
Seneng banget aku tuh akhirnya bisa ketemu anak Undip diantara milyaran manusia
:”))
ketemu sesama anak Undip be lyke |
Tes hari itu terdiri atas 3 tahap
; Psikotes awal, psikotes tahap II, dan tes kemampuan individu. Soal psikotes
awal sih standar kayak sinonim, antonim, matematika dasar, bangun ruang,
dan sebagainya. Tiba saatnya pengumuman.. Dan.. Nama gua pun disebut sebagai
salah satu yang lolos ke tahap psikotes II. Ada sekitar 20 orang lain yang juga
lolos ke tahap II.
Di psikotes tahap II ada tes Koran
(tes pauli) dan tes konsistensi (lupa namanya apa wkwk). Paling ga enak sih pas
ngerjain tes Pauli, mau muntah sumpah 😢. Ditambah kondisi gua belom kemasukan
makanan sama sekali. Sekitar 5 menit kemudian, diumumkanlah siapa saja yang
berhak lolos ke tahap selanjutnya.
Dan….. ternyata ga ada nama gua di sana… WKWK. Kecewa gak sih, berangkat jauh-jauh dari Condet ke Ancol, berangkat pagi-pagi buta, desek-desekan di KRL. Huh pokoknya saat itu ku ingin marah, melampiaskan, tapi ku hanyalah sendiri di sini~~~~~
Dan….. ternyata ga ada nama gua di sana… WKWK. Kecewa gak sih, berangkat jauh-jauh dari Condet ke Ancol, berangkat pagi-pagi buta, desek-desekan di KRL. Huh pokoknya saat itu ku ingin marah, melampiaskan, tapi ku hanyalah sendiri di sini~~~~~
Gua lalu pesan ojol ke Stasiun Jakartakota
dan berniat langsung pulang ke rumah. Tapi, pas gua lihat jam, masih jam 10.00.
Ditambah Stasiun Jakartakota itu deket banget bahkan masuk di kawasan Kota Tua. Akhirnya gua putuskan buat jalan-jalan bentar di Kota Tua. Serius, bentar doang kok. Sebenernya udah puluhan kali (mungkin) gua mampir ke Kota Tua. Tapi gak apa-apa lah, daripada gabut di rumah.
Saat itu tujuan utama gua adalah masuk ke Museum Wayang, karena sejak brojol sampai sekarang gua belom pernah masuk ke Museum Wayang. Eh...tapi kok sepi ya? Pintu masuknya ditutup pula. ADA APA INI??
Daaan gua baru inget kalo hari ini ternyata hari SENIN Which means semua museum di Jakarta gak buka alias tutup! Ini kali ya yang namanya 'Bukan Rejeki'? Mau ke Museum Fatahilah tutup. Museum Bank Indonesia juga tutup. Semuanya tutup. Ditolak kerjaan pula. Yang senantiasa terbuka cuma satu; pintu ampunan Allah.
Jadilah gua hari itu hanya melihat gedung-gedung tua di Kota Tua tanpa bisa masuk ke dalamnya. Mungkin udah banyak blog yang menulis tentang Kota Tua Jakarta. Tetapi di sini gua mencoba menjelaskan sedikit sejarah dari gedung-gedungnya dan mencoba mengaitkannya dengan hikmah di balik peristiwa yang baru saja gua alami #Eaaaa.
Dan berikut ini adalah beberapa gedung di Kota Tua Jakarta yang berhasil gua jepret menggunakan hengpong jadul dan sedikit penjelasannya :
Dan berikut ini adalah beberapa gedung di Kota Tua Jakarta yang berhasil gua jepret menggunakan hengpong jadul dan sedikit penjelasannya :
Dimulai dari bangunan yang paling utama dan yang paling populer : Museum Sejarah Jakarta atau yang familiar disebut Museum Fatahillah. Dahulu gedung ini merupakan Governor Kantoor (kantor gubernur) dan halaman depannya merupakan balai kota (stadhuis) Batavia yang pembangunannya diresmikan oleh Gubernur Jenderal Abraham Van Riebeck pada 1710. Pada 1974 gedung ini diresmikan sebagai Museum Sejarah Jakarta oleh Gubernur Ali Sadikin. Gedung ini juga pernah menjadi tempat tahanan pahlawan nasional seperti Untung Surapati (1670) dan Pangeran Diponegoro (1830).
Museum Sejarah Jakarta (Museum Fatahillah) |
Lalu ada Museum yang semula jadi tujuan gua yakni Museum Wayang. Museum Wayang dulunya merupakan De Oude Hollandche Kerk atau Gereja Lama Belanda yang dibangun tahun 1640. Pada tahun 1732, gedung ini diperbaiki dan diganti namanya menjadi Niew Hollandche Kerk atau Gereja Baru Belanda. Dahulu, areal halaman gedung ini merupakan pemakaman Belanda, yang lama-kelamaan semakin penuh akibat wabah malaria.
Akhirnya, dibukalah lahan pemakaman baru di Kebon Jahe Kober (yang merupakan cikal bakal Museum Taman Prasasti) yang berfungsi menggantikan pemakaman di Niew Hollandche Kerk. Hingga kini, Museum Wayang memiliki kurang lebih 4000 koleksi yang merupakan wayang dan boneka dari seluruh Indonesia serta luar negeri.
Baca Juga : Menyibak Misteri Museum Wayang Jakarta
Museum Wayang |
Masih di lapangan Fatahillah, terdapat sebuah cafe yang menjadi landmark Kota Tua Jakarta, yakni Cafe Batavia. Dibangun tahun 1837, Gedung ini dulunya juga pernah difungsikan sebagai gedung pemerintahan. Pada tahun 1993, Cafe Batavia resmi dibuka untuk umum. Harga makanan dan minuman di sini pun cukup menguras kantong terjangkau. Dikutip dari situs Zomato rata-rata pengunjung menghabiskan Rp 100.000- Rp300.000 sekali makan. Berminat makan di sini wahay sobat missqueen?
Cafe Batavia |
Gua lalu melanjutkan perjalanan
ke Kali Besar yang kini sebagian sudah direvitalisasi. Pemprov DKI Jakarta
mulai melakukan revitalisasi Kali Besar sejak 2016 lalu dan diresmikan pada
Juni 2018. Di bagian kiri dan kanan kali Besar kini dipasang trotoar ramah
pejalan kaki sepanjang 1.2 km. Trotoarnya bener-bener nyaman dan ramah disabilitas. Mungkin kekukrangannya cuma satu ya, kurang teduh alias minim pohon. Di sepanjang trotoar ini juga dipasang beberapa patung manusia yang masing-masing memiliki filosofi sendiri.
Di tengah Kali Besar terdapat area terapung yang
katanya (((KATANYA))) bisa digunakan setelah peresmian. Tapi sudah hampir satu
tahun sejak peresmian, area terapung tersebut tetep ga bisa digunakan :). Yah namanya juga Indonesia ya gaes.
Trotoar di Kota Tua yang telah direvitalisasi |
Wajah kali besar yang kini sebagian sudah mulai bersih |
Bangunan cantik dengan dua menara
ini baru saja direvitalisasi pada 2015 silam. Gedung Cipta Niaga
awalnya bernama Gedung Internationale Credit en Handelsvereeniging Rotterdam.
Dibangun tahun 1910, bangunan ini memanjang dari barat ke timur, menghadap ke
kanal Kali Besar persis di Jalan Kali Besar Timur. Dahulu, gedung Cipta Niaga
digunakan perusahaan besar yang bergerak di bidang perbankan dan perkebunan.
Perusahaan ini antara lain melakukan pembelian sewa-menyewa kapal, membuka
kredit-kredit dan deposito.
Gedung Cipta Niaga |
Selanjutnya ada 3 gedung yang
berdempetan, yakni Gedung Bahtera Adiguna, Gedung Jasa Raharja, dan Magical 3D
Museum.
Yang pertama adalah Gedung Bahtera Adhiguna yang dibangun pada 1924. Dahulu pengguna gedung ini adalah sebuah perusahaan
yang bergerak dibidang berdagangan (trading Company) milik Belanda yang berdiri
sejak 1824. Sekarang gedung ini digunakan oleh kantor pelayaran milik PT.
Bahtera Adhiguna.
Yang kedua adalah Gedung Jasa Raharja. Dibangun
sekitar abad ke-19, memiliki desain unik khas Eropa. Sebelum direvitalisasi,
bangunan ini tergolong rawan roboh, dengan kondisi atap sudah tidak ada dan
tidak memiliki fungsi (hanya terdapat sisa-sisa dinding yang belakangnya
kosong). Namun setelah direvitalisasi, bangunan ini digunakan oleh Jasa Raharja
DKI Jakarta.
Selanjutnya ada Gedung Kerta Niaga dibangun sekitar tahun 1912 oleh Biro Arsitek Ed Cuypers en Hulswit, yang dikenal sebagai biro arsitek bergaya Amsterdam. Sempat terbengkalai namun kini digunakan sebagai bangunan Magic Art 3D Museum Jakarta. FYI, Hulswit adalah seorang arsitek yang juga turut membangun Gereja Katedral Jakarta.
Baca Juga : Old City 3D Trick Art Museum Semarang, Worth it or Not?
Gedung Bahtera Adhiguna, Gedung Jasa Raharja, dan Magical 3D Museum. Ketiga gedung ini menghadap langsung ke Kali Besar |
Bangunan lain yang menyita
perhatian adalah sebuah bangunan berwarna merah diantara dominasi bangunan
berwarna putih/krem. Bangunan tersebut adalah Toko Merah yang didirikan pada
1730. Gedung ini awalnya digunakan sebagai tempat tinggal Gustaaf Willem Baron
Van Imhoff semasa menjabat sebagai Gubernur Jenderal VOC pada 1743 - 1750.
Gak
ada aktivitas yang terlihat ketika gua meyambangi Toko Merah. Fungsi bangunan
ini juga masih simpang siur, ada yang bilang digunakan sebagai hotel, ada yang
bilang cafe, ada yang bilang untuk venue pesta. Entahlah. Namun sayang keindahan bangunan Toko Merah terhalang oleh kabel-kabel listrik yang menjuntai gak beraturan.
Toko Merah. Kabelnya bikin gemes woy!! |
Gua pun melanjutkan ke arah Jalan Roa Malaka. Ada sebuah gedung putih di
tikungan Jalan Roa Malaka yang kelihatannya belum lama dipugar. Gedung itu
adalah bekas Gedung Chartered Bank of India, Australia, and China, yang mulai
dibangun pada Februari 1921. Pada tahun 1964, Pemerintah mengambil alih gedung
Chartered Bank milik Inggris ini dalam rangka nasionalisasi semua perusahaan
asing. Chartered Bank berganti nama menjadi Bank Umum Negara, yang beberapa
tahun kemudian menjadi Bank Bumi Daya. Kini, gedung tersebut menjadi aset Bank
Mandiri. Sama seperti Toko Merah, Bangunan klasik ini harus dikotori oleh pemandangan kabel-kabel listrik yang menjuntai gak keruan.
Gedung bekas Chartered Bank of India, Australia, and China |
Beranjak ke Jalan Pintu Besar Utara, terdapat gedung yang merupakan cikal bakal Bank Indonesia.yakni Museum Bank Indonesia. Awalnya gedung ini merupakan
sebuah rumah sakit umum yang bernama Binnen Hospitaal. Namun pada tahun 1828,
pemerintah Belanda mengalihkan fungsinya menjadi kantor De Javasche Bank. Tahun
1953 De Javasche Bank di nasionalisasikan menjadi Bank Sentral Indonesia atau
yang dikenal sekarang ini dengan sebutan Bank Indonesia.
Museum Bank Indonesia |
Bergeser dari Museum BI, terdapat
museum bertema ‘bank’ lainnya yakni Museum Bank Mandiri. Museum Mandiri
didirikan tanggal 2 Oktober 1998 dan menempati gedung bekas Nederlandsche
Handel-Maatschappij (NHM) atau Factorji Batavia yang merupakan perusahaan
dagang milik Belanda yang kemudian berkembang menjadi perusahaan di bidang
perbankan.
Gedung yang terletak di Jalan
Lapangan Stasiun No.1 ini mulai dibangun tahun 1929 dan diresmikan pada tanggal
14 Januari 1933 oleh C.J Karel Van Aalast yang kala itu menjabat Presiden ke-10NHM.
Di dalam Museum Bank Mandiri ini
terdapat berbagai macam barang-barang koleksi yang berkaitan dengan perbankan
tempo dulu dan perkembangannya, mulai dari koleksi sertifikat deposito, cek,
obligasi, hingga saham.
Museum Bank Mandiri dilihat dari Stasiun Jakarta Kota |
Destinasi terakhir sekaligus
menutup jalan-jalan dadakan kali ini adalah Stasiun Jakarta Kota. Stasiun ini
juga sering disebut Stasiun Beos yang merupakan singkatan dari Bataviasche
Ooster Spoorweg Maattschapij (Maskapai Angkutan Kereta Api Batavia Timur). Beroperasi sejak 1873, saat itu,
Stasiun Beos menjadi jalur kereta api pertama Batavia-Buitenzorg
(Jakarta-Bogor). Stasiun Jakarta Kota dirancang oleh seorang arsitek kelahiran
Tulungagung, Frans Johan Lowrens Ghijsels. Ia mendesain stasiun ini dengan
mengkombinasikan struktur dan teknik modern barat “Art Deco”.
Stasiun Jakarta Kota |
Dari perjalanan singkat di Kota
Tua ini, gua bisa memetik sebuah pelajaran bahwa “Ada Hikmah di balik semua
peristiwa”.
Penjajahan memang menyakitkan dan
menyisakan luka. Dengan alasan apapun penjajahan memang tidak bisa dibenarkan.
Tapi, salah satu hikmah dari penjajahan ini adalah berdirinya bangunan-bangunan
antik peninggalan kolonial yang sampai sekarang kita masih bisa kita nikmati.
Pun begitu dengan gagalnya gua di
tes kerja kali ini. Orang tua gua selalu bilang bahwa gagal itu adalah hal
biasa. Gua yakin 1000% pasti ada hikmah di baliknya. Entah apa, biarlah jadi
rahasia yang Maha Kuasa.
Saatnya pulang dari Jakarta Kota
Orangtua pun bertanya ; bagaimana hasilnya?
“Pak, Bu, belum rejeki,” katanya
“Tidak apa-apa. Yang penting sudah mencoba,” balas mereka
Masih banyak rezeki di luaran sana
Yang masih menunggu kedatangan tuannya
“Ah tidak apa-apa”
Saatnya kembali ‘bekerja’ sebagai
beban negara.
Jangan takut jatuh, kerana yang tidak pernah memanjatlah yang tidak pernah jatuh. Jangan takut gagal, kerana yang tidak pernah gagal hanyalah orang-orang yang tidak pernah melangkah. Jangan takut salah, kerana dengan kesalahan yang pertama kita dapat menambah pengetahuan untuk mencari jalan yang benar pada langkah yang kedua,
-Buya Hamka
Tidak ada komentar