Enjoy Jakarta
Museum
Wisata
Menyibak Misteri di Museum Wayang Jakarta
Seperti yang sudah gua
ceritakan sebelumnya di sini, Museum Wayang di Kawasan Kota Tua merupakan salah
satu museum yang sangat ingin gua kunjungi. Berkali-kali datang ke Kota Tua,
tapi gua belum sempat untuk masuk ke museum wayang terbesar di Indonesia ini.
Salah satu daya tarik dari
museum ini adalah mitosnya, yang konon museum ini menjadi salah satu museum
paling angker di Jakarta. Nah loh… Gak percaya? Coba aja googling "Museum Wayang horor", pasti bakal muncul banyak artikel tentang misteri museum ini. Penisirin kenapa Museum Wayang disebut-sebut
angker dan berhantu? Apa saja sih isi dari museum ini?
Juli kemarin, sepulang tugas
dari Bursa Efek Indonesia (BEI), gua iseng-iseng buat main ke Kota Tua. Salah
satu tujuannya adalah untuk masuk ke museum ini. Seniat itu ya gua? Padahal
jarak dari Senayan ke Kota lumayan jauh. Tapi, yang namanya udah penasaran
apapun pasti dijabanin, kan? Dan untungnya ada Transjakarta jurusan Blok M –
Kota, jadi ga perlu repot-repot buat gonta-ganti angkutan. Cussss.
Harga tiket masuk (HTM) untuk
pengunjung dewasa sebesar Rp 5.000, sedangkan pelajar/mahasiswa hanya membayar
Rp 3.000. Meski udah lulus kuliah dan kerja, gua selalu bawa Kartu Tanda
Mahasiswa (KTM) di dompet gua. Sebenernya waktu itu gua bisa ngaku-ngaku jadi
mahasiswa dengan nunjukkin KTM tadi. Gak ada yang tahu juga, kan? Tampang juga
masih cocok jadi mahasiswa *najong WKWK. Tapi akhirnya gua memutuskan untuk
beli tiket masuk untuk dewasa. Say no to korupsi gaes eaak 👍
Wayang Golek raksasa di pintu masuk Museum Wayang |
Berawal dari bangunan Gereja
Jadi, awal mula berdirinya
bangunan Museum Wayang merupakan gereja yang dibangun pada tahun 1640 dengan
nama de Oude Holandsche Kerk atau yang dalam Bahasa Indonesia disebut Gereja
Lama Belanda. Tahun 1732, gereja ini diperbaiki dan berganti namanya menjadi De
Nieuwe Hollandse Kerk atau Gereja Baru Belanda.
Miniatur De Nieuwe Hollandse Kerk di Museum Sejarah Jakarta |
Bukan sekedar gereja, tetapi
dulu lahan tempat Museum Wayang berdiri sekarang juga merupakan lahan pemakaman.
Hah? Kok bisa?! Jadi, orang kompeni dulu memiliki kebiasaan untuk menjadikan
halaman gereja sebagai areal pemakaman.
Namun, sekitar abad ke-18 jenazah-jenazah di halaman Gereja Baru Belanda ini dipindahkan ke Pemakaman Kebon Jahe Kober (yang kini menjadi Museum Taman Prasasti) seiring dengan meningkatnya kematian penduduk Batavia akibat wabah malaria. Nah, satu petunjuk kenapa museum ini cukup angker adalah karena dulu lahan museum ini adalah bekas kuburan Belanda…… Hiiii.
Namun, sekitar abad ke-18 jenazah-jenazah di halaman Gereja Baru Belanda ini dipindahkan ke Pemakaman Kebon Jahe Kober (yang kini menjadi Museum Taman Prasasti) seiring dengan meningkatnya kematian penduduk Batavia akibat wabah malaria. Nah, satu petunjuk kenapa museum ini cukup angker adalah karena dulu lahan museum ini adalah bekas kuburan Belanda…… Hiiii.
Baca Juga : Menjadi Saksi Kemegahan Gereja Katedral Jakarta
Hal ini berbeda dengan museum-museum lain di Jakarta yang kebanyakan merupakan bekas gedung instansi pemerintahan. Misalnya Museum Sejarah Jakarta (Museum Fatahillah) yang merupakan bekas kantor gubernur Batavia. Atau Museum Bank Indonesia yang menempati bekas kantor de Javasche Bank.
Bahkan, jejak-jejak bekas makam
di museum ini masih dapat kita saksikan sampai saat ini. Salah satunya adalah
nisan salah satu Gubernur Jenderal Batavia, Jan Pieterszoon Coen. Bukan sekadar
batu nisan, tetapi konon jenazah dari Jan Pieterszoon Coen masih terkubur di
sini. Bukan tanpa alasan, sebab tidak ada catatan sejarah yang menceritakan
pemindahan jenazah Jan Pieterszoon Coen dari areal museum ini, baik ke Pemakaman
Kebon Jahe Kober ataupun lokasi lainnya. Nha loh.........
Baca Juga : Mencari Soe Hok Gie hingga Olivia Raffles di Museum Taman Prasasti
Makam Jan Pieterszoon Coen di Museum Wayang, Jakarta |
Oke, lupakan sejenak tentang
makam di museum ini. Sekarang, ada apa aja sih di Museum Wayang? Yang pasti ada wayang dong.. Hehe
Selain di Jakarta, Museum Wayang di Indonesia lainnya juga tersebar di Jogjakarta, Wonogiri, hingga Mojokerto,
Koleksi utama dari Museum Wayang
kebanyakan berbentuk wayang kulit dua dimensi. Berbagai wayang kulit dari
penjuru nusantara ditampilkan di sini, mulai dari Wayang Kulit Pelembang hingga
Wayang Kulit Surakarta. Selain itu, ada pula koleksi wayang dari kayu atau yang
biasa disebut Wayang Golek.
Baca Juga : Kepingan Sejarah Antara Rasuna Said dan Casablanca
Wayang Kulit Palembang |
Diklaim sebagai museum perwayangan terlengkap di Indonesia, Museum Wayang Jakarta menyimpan 4.000-6.000 koleksi wayang-wayang dari seluruh pelosok nusantara. Bahkan, museum yang terletak di Jalan Pintu Besar Utara No 27, Jakarta Barat ini juga menyimpan koleksi wayang dari Negara-negara di dunia. Tidak hanya wayang, museum ini juga merupakan tempat dari 217 jenis boneka dari seluruh dunia.
Boneka Gundala-gundala dari Sumatera Utara |
Salah satu koleksi yang cukup
menarik sekaligus lumayan seram adalah boneka Gundala-Gundala ini. Namanya
mirip kayak Superhero lokal ya? Tapi sejatinya Gundala-Gundala ini digunakan
oleh Suku Batak Karo sebagai sarana meminta hujan atau Ndilo Wari Udan.
Masyarakat Batak Karo akan menampilkan tarian ini terutama pada saat musim
kemarau datang berkepanjangan.
Boneka lain dari Sumatera Utara
yang disimpan sebagai koleksi di sini adalah boneka Sigale-gale. Di tempat
asalnya, Pulau Samosir, Sigale-gale biasanya diiringi musik Sordam dan Gondang
Sabangunan dan menari bersama 10 penari Tor-Tor. Kisah dari boneka ini cukup mistis
sekaligus menyedihkan. Dahulu, Sigale-Gale digunakan sebagai media pemanggil
ruh anak seorang raja yang telah meninggal akibat perang. Nama anak raja tersebut adalah Manggale.
Konon, roh Manggale akan masuk
ke dalam boneka ini dan akan menari dengan gemulai untuk menghibur hati raja yang sedih. Oleh sebab itu, boneka ini
dinamakan Sigale-gale, yang artinya lemah gemulai.
Si gale-gale. Hmmmm spooky enough?? |
Selama ini kita mengenal wayang
kulit sebagai media pementasan epos Mahabarata yang terafiliasi dengan agama
Hindu. Pada masa walisongo, wayang juga digunakan sebagai media penyebaran
agama Islam. Namun, bukan Indonesia namanya jika tidak memiliki kemampuan
akulturasi yang khas. Ternyata, wayang kulit juga digunakan sebagai sarana
menyampaikan ajaran Kristiani.
Adalah wayang wahyu yang diciptakan
oleh Timotheus L. Wignjosoebroto FIC, kepala SD Pangudi Luhur Purbayan
Surakarta, pada 1960an. Berbeda dengan wayang pada umumnya, wayang wahyu
melakonkan kisah-kisah yang terpatri dalam Alkitab, seperti kisah Dawud-Goliath serta Sang Kristus dan Gereja Katholik. BTW, kemunculan Wayang Wahyu ini
kemudian menginspirasi kemunculan Wayang Wartha yang merupakan wayang ‘milik’
ajaran Kristen pada tahun 1970-an.
Baca Juga : Jalan-Jalan-Jajan di Pecinan Jakarta
Wayang Katolik/Wayang Wahyu |
Tidak ketinggalan, boneka
raksasa khas Betawi yakni Ondel-Ondel, juga terpampang di sini. Sebelum
dijadikan sebagai sarana hiburan seperti sekarang, dahulu Ondel-Ondel digunakan
sebagai media pengusir roh jahat dan bala. Dahulu, penyakit seperti cacar dan
malaria dianggap sebagai bala/bencana. Masyarakat pun mengarak ondel-ondel untuk mengusir bala tersebut. Itulah
alasan rupa ondel-ondel zaman dulu dibuat menakutkan dan bercakil. Tapi,
saat ini wajah ondel-ondel sudah dibuat lebih ‘soft’ dan tidak menakutkan.
Ondel-ondel Betawi |
Wayang Golek Kanton dari China |
Wayang Kulit Kamboja yang menggambarkan tokoh Dewa Ganesha dan Dewi Shita |
Boneka Si Unyil lengkap dengan tokoh dan pemeran pembantu |
Topeng Klono dari Surakarta |
Nah itu dia sedikit cerita
singkat mengenai Museum Wayang. Apakah museum ini seram dan horror? Kalau
menurut pribadi gua nggak sama sekali. Pencahayaan di Museum Wayang cukup
bagus, kebersihannya juga cukup terjaga. Emang sih, beberapa boneka dan wayang
koleksi museum ini cukup seram. Tapi…. Boneka hanyalah boneka, kan? Bahkan kuburan Jan
Pieterszoon Coen juga jauh dari kesan seram karena sudah ‘dikamuflasekan’
dengan taman. So, Museum Wayang ini jauh dari kata seram dan cukup worth it
buat dikunjungi.
Tujuan mempelajari sejarah bukanlah untuk mencemooh tindakan manusia, atau untuk menangisi atau membencinya, tetapi untuk memahaminya. Dan semoga kemudian belajar darinya saat kita merenungkan masa depan kita.
-Nelson Mandela
Tidak ada komentar