Menjadi Saksi Kemegahan Gereja Katedral Jakarta


Jakarta memang tak pernah bosan untuk dijelajahi. Nah, postingan kali ini akan menceritakan pengalaman saat gua dan teman-teman SMA mengunjungi sebuah gereja megah nan cantik peninggalan Belanda pada Minggu, 16 Agustus lalu, yakni Gereja Katedral Jakarta.

Sebenarnya, kami gak ada rencana buat berkunjung ke Gereja Katedral. Awalnya kami berencana untuk mengunjungi Galeri Nasional di seberang Stasiun Gambir. Tapi apalah daya, Ruang Pameran Utama sedang diperbaiki dan ditutup. Akhirnya kami hanya mengunjungi sayap kiri dari Galnas ini.

Setelah mengunjungi Galnas, sempat bingung mau pergi ke mana lagi. Ke Monas? Panas + sumpek + ngantri, karena waktu itu hari minggu. Bosen juga sih ke Monas mulu wks. AHA! gua pun mencetuskan buat pergi ke Gereja Katedral. Karena jaraknya cukup dekat, akhirnya kami berempat berjalan kaki dari Galnas ke Gereja Katedral. Berkunjung dan masuk ke dalam Gereja Katedral adalah keinginan gua sejak lama.

Bus Tingkat Wisata melewati depan Gereja Katedral
Baca Juga : Menikmati Ibukota dengan Bus Tingkat Wisata

Gereja bergaya neo-gotik ini sering dijadikan sebagai simbol kerukunan umat beragama karena letaknya yang berhadapan dengan Masjid Istiqlal. Sampai di sana sempat bingung juga mau ngapain, karena kami belum pernah sama sekali masuk ke dalam gereja. Saat ingin masuk, ternyata pintu utama Gereja Katedral ditutup. Kami pun mencari pintu masuk lain, dan hanya ada pintu khusus karyawan. Setelah bertanya pada tukang kebun, Pintu Gereja akan dibuka pukul 4 sore pada saat misa sore. Dan ternyata, gereja Katedral boleh dimasuki oleh pegunjung beragama non-Katolik. Semakin penarasan!!

Gereja Katedral dilihat dari depan Masjid Istiqlal
Gereja Katedral adalah Gereja Katolik yang dibangun pada tahun 1861. Gereja ini dibangun dengan gaya neo-gotik dan mengadopsi bangunan gereja-gereja di Eropa. Berkunjung ke Gereja ini seakan-akan mengingatkan kita dengan katedral-katedral megah yang ada di Eropa sana. Gereja ini bernama asli Gereja Santa Maria Pelindung Diangkat ke Surga yang didedikasikan untuk menghormati Bunda Maria. Dinamakan ' Gereja Katedral' karena di dalam gereja ini terdapat 'cathedra' yang bermakna 'tahta uskup'.

Trivia : Katedral di Pulau Jawa

Di Pulau Jawa sendiri terdapat tujuh gereja katedral yakni di Jakarta, Bandung, Semarang, Bogor, Purwokerto, Malang, dan Surabaya.

tampak samping
Gereja ini berbentuk Salib dengan panjang 60 meter dan lebar 20 meter. Tiga menara besi menghiasi gereja Katolik ini. Dua Menara yang menjulang tinggi pada bagian depan gereja sekilas memang tampak sama. Tetapi apabila dilihat lebih dekat, maka akan terlihat perbedaannya. Menara yang berbentuk seperti benteng dinamakan Menara Benteng Daud (Fort of David) yang melambangkan Perlindungan Bunda Maria dari kegelapan. Sementara Menara yang terdapat jam-nya dinamakan Menara Gading (Tower of Ivory) yang melambangkan Kesucian Bunda Maria. Kedua menara itu memiliki ketinggian 60 meter. Jam pada Menara Gading hingga sekarang masih berfungsi. 

Baca Juga : Kota Tua Jakarta dan Hikmah di Balik Semua Peristiwa

Pada Menara Benteng Daud, terdapat sebuah lonceng hadiah dari Clemens George Marie van Arcken. Menara yang satunya lagi disebut Menara Angelus Dei/Menara Malaikat Tuhan (The Angelus Dei Tower) yang berada tepat di tengah-tengah diantara dua garis yang membentuk salib. Tinggi menara Angelus Dei adalah 45 meter. Di sebelah kanan gereja ini juga terdapat sebuah Gua Maria yang dibuat mirip dengan Gua Maria Lourdes di Paris.

Menara Daud dan Menara Gading
Gua Maria
Pada pintu masuk utama, terdapat sebuah patung Bunda Maria yang di bawahnya terdapat tulisan berbunyi “Beatam Me Dicent Omnes Genaerationes“ yang dalam bahasa Indonesia artinya Semua keturunan menyebut aku bahagia. Pada pintu utama terdapat sebuah batu pualam yang berisi infromasi bahwa gereja ini didirikan oleh Arsitek Marius Hulswit 1899-1901. Marius Hulswit wafat pada 1921 dan dimakamkan di Kebon Jahe Kober atau yang kini menjadi Museum Taman Prasasti.

Di atas patung Maria terdapat kaca patri berbentuk bunga mawar yang disebut Rozeta yang melambangkan Bunda Maria. Sementara di bagian halaman depan (dekat lapangan parkir mobil) terdapat sebuah patung Yesus yang mengenakan mahkota, patung ini kemudian dinamakan Patung Kristus Raja.

Patung Kristus Raja

Patung Santa Perawan Maria di atas pintu masuk
Sambil menunggu jam 4, kami mengisi perut terlebih dahulu di pusat kuliner Masjid Istiqlal sekaligus menunaikan salat ashar. Jam 4 pun tiba, segera kami bergegas menuju Gereja Katedral. Dan benar saja, pintu Gereja memang sudah dibuka. Tetapi halaman gereja dipenuhi oleh mobil-mobil jemaat yang hendak melakukan misa. Jadi ga bisa foto-foto deh 😢. Untung tadi sebelum makan, kita udah foto-foto.

Bagi yang hobi fotografi, Gereja Katedral adalah tempat yang tepat untuk dikunjungi. Karena dijamin, tempat ini akan memberikan atmosfer yang berbeda



Baca Juga : Jalan-Jalan-Jajan di Pecinan Jakarta

Foto di depan gereja
dari kiri ke kanan : Husen, Dian (Yance), Bayu, aing
Sebelum masuk, jemaat dipersilakan untuk mengambil kertas misa. Namun yang beragama non-Katolik gak usah ikut-ikutan ngambil yak. Kasian nanti jemaat gak kebagian kertas misa :(. Tidak seperti memasuki masjid, untuk masuk ke dalam gereja Katedral tidak usah melepaskan alas kaki. Kami pun masuk ke dalam gereja. Suasana hening dan khidmat langsung menyambut kami ketika masuk ke dalam gereja ini. Satu kata untuk menggambarkan gereja ini : WOW. Megah banget. Gak bohong. Mungkin karena gua baru pertama kali masuk gereja kali ya...

interior gereja dari arah altar utama
Di tengah-tengah ruangan, pada deretan bangku umat terdapat mimbar pengkothbah. Mimbar ini dipasang pada tahun 1905 dengan atap berbentuk seperti cangkang kerang yang berfungsi sebagai pemantul suara. Mimbar ini merupakan hadiah pada perayaan pesta perak Imamat Mgr Luypen dan diresmikan oleh Pastor Wenneker. Mimbar bercorak gotik ini dibuat oleh Firma Te Poel dan Stoltefusz di Den Hag seharga 6.000 gulden.

mimbar khotbah dengan atap berbentuk seperti cangkang kerang

Punya Tiga Altar Utama
Gereja Katedral Jakarta memiliki tiga altar, yakni altar utama, Altar Santa Maria, dan altar Santo Yusuf. Altar Utama dibuat pada akhir abad ke-19 di Belanda. Pada tahun 1956 altar ini dipindahkan dari Gereja Jesuit di kota Grogningen ke Jakarta dan baru dipasang 2 tahun kemudian. Altar utama ini penuh dengan ukiran dan patung-patung orang kudus, mulai dari relief dan patung ke-12 murid Yesus, patung Santo Ignatius de Loyola hingga patung Santo Fransiscus Xaverius.

Baca Juga : Merangkai Sejarah Batavia, dari Museum Mandiri hingga Museum Bahari

Altar Utama
Selanjutnya adalah Altar Santa Maria yang berada di sisi kiri Panti Imam. Merujuk pada situs resmi Gereja Katedral, altar ini dibuat oleh Atelier Ramakers di Geleen, Limburg, Belanda. Altar ini dikerjakan sekitar September 1915. Pada bagian tengahnya terdapat patung Santa Maria yang sedang menggendong bayi Yesus. Pada salah satu relief, yakni relief yang terletak di bagian kiri atas menggambarkan pengangkatan Maria ke surga dan diterima oleh para malaikat.

Altar Santa Maria
Selanjutnya ada altar Santo Yusuf yang merupakan tunangan Bunda Maria. Altar ini berada sisi kanan Panti Imam. Dibuat bersamaan dengan Altar Maria dan selesai pada Mei 1922. Pada bagian tengah, terdapat rupang Santo Yusuf yang memegang bunga bakung (bunga lily), melambangkan bahwa Santo Yusuf adalah pria suci dan murni. Yusuf juga digambarkan sedang menggendong bayi Yesus yang memegang bola dunia. Pada salah satu relief, yakni relief yang terletak di bagian kanan atas menggambarkan detik-detik meninggalnya Santo Yusuf yang ditemani oleh Yesus dewasa dan Bunda Maria.

altar Santo Yusuf
Di pilar kiri depan altar utama, terdapat patung Patung Ignatius de Loyola pendiri tarekat religius Serikat Yesus (Ordo Yesuit). Sementara Di pilar kanan depan altar utama Patung Franciscus Xaverius seorang pionir misionaris Kristen dan salah seorang pendiri Serikat Yesus (Ordo Yesuit).

Patung Ignatius de Loyola dan Fransiscus Xaverius
Bangunan gereja terdiri atas dua lantai. Langit-langit gereja ini terbuat dari kayu jati dan dibuat melengkung. Di dalamnya berjejer rapi bangku-bangku panjang yang terbuat dari kayu jati. Di masing-masing bangku terdapat bantalan empuk untuk berlutut.
bangku-bangku jemaat
Pilar-pilar kokoh berwarna cokelat muda menambah keagungan katedral ini. Atap yang terbuat dari kayu jati cokelat dibuat melengkung melambangkan hubungan manusia dengan Tuhan. Interior gereja Katedral Jakarta diperindah dengan deretan kaca patri khas gereja-gereja Eropa. Di lantai dua gereja ini sebenarnya terdapat Museum Katedral, tetapi hanya buka 3 kali dalam seminggu, yakni hari Senin, Rabu, dan Jumat mulai pukul 10.00-12.00. 

Baca Juga : Kepingan Sejarah Antara Rasuna Said dan Casablanca

Cantik banget, berasa di Hogwarts (?)
Di dekat pintu masuk, terdapat sebuah patung Bunda Maria yang sedang memangku jasad Yesus setelah diturunkan dari tiang salib. Patung ini merupakan replika dari Pieta karya Michelangello. Patung Pieta yang sekarang dipajang merupakan patung baru menggantikan patung Pieta lama yang terbakar tahun 1957 akibat menjalarnya api lilin. Selain itu, terdapat juga lukisan jalan salib yang menggambarkan perjalanan Yesus sebelum dan sesudah disalibkan. 

Lukisan jalan salib ini dibuat oleh Theo Molkenboer, seniman grafis yang berasal dari Amsterdam dan mulai ditempel di tembok gereja pada tahun 1912. Yang unik adalah, penjelasan dari lukisan jalan salib ini menggunakan ejaan lama yang belum disempurnakan.

Baca Juga : Menyibak Misteri Museum Wayang Jakarta

Patung Pieta dan replika jalan salib
Ada Bunda Maria Memakai Kebaya
Ada yang unik jika kalian masuk ke sayap kiri Gereja Katedral. Terdapat patung Bunda Maria yang sedang mengenakan pakaian tradisional Indonesia yakni kebaya.

Maria Bunda Segala Suku, visualisasi Bunda Maria khas Indonesia.

Hal ini berawal dari Gomas Harun yang,menggagas lomba Karya Patung, Lukisan dan Fotografi Bunda Maria. Melalui lomba ini, Gomas Harun ingin mewujudkan impiannya menampilkan wujud Bunda Maria versi Indonesia. 

AM Putut Prabantoro, seorang pegiat nasionalisme dan pluralisme memberi ide nama untuk patung Maria khas Indonesia ini, yakni Maria Bunda Segala Suku. Akhirnya dibuatlah Patung Bunda Maria berwajah ke-Indonesia-an, dengan memakai kebaya serta kain batik dan bermahkotakan gugusan kepualauan Nusantara. Patung ini kemudian diletakkan di sayap kiri Gereja Katedral, berdampingan dengan Patung Yesus.

Bagi kalian yang sedang berkunjung ke gereja (khususnya gereja katolik) harus tahu bahwa ada beberapa tempat di gereja yang tidak boleh dimasuki oleh sembarang orang. Salah satunya adalah panti imam. Dalam arsitektur gereja, panti imam adalah ruang di sekitaran altar. Wilayah panti imam biasanya lebih tinggi daripada wilayah tempat jemaat berhimpun. 


Hanya pemimpin-pemimpin keagamaan yang diperbolehkan masuk ke tempat ini, seperti kaum klerus (uskup, imam, diakon) yang boleh naik, juga kaum awam yang diberi mandat untuk tugas tertentu. Foto-foto boleh, lihat-lihat juga boleh, asalkan jangan melanggar aturan yang telah dibuat.

Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Saatnya mengakhiri wisata dadakan kami di Gereja Katedral ini. Lonceng-lonceng di Menara Benteng Daud kemudian berbunyi. Jemaat yang datang pun semakin banyak. Jadi, kami harus meninggalkan gereja ini. Sebelum pulang, kami foto-foto di depan pintu masuk utama.



Sekian perjalanan kami mengunjungi Gereja Katedral. Kunjungan ke Gereja Katedral ini sekaligus menutup liburan 'Enjoy Jakarta' pada liburan semester ini karena lusa gua harus pulang ke Semarang. Gereja Katedral bukan semata-mata tempat ibadah, tetapi juga sebagai bukti kehebatan arsitektur masa lalu. Bagaimanapun dan apapun agama kita, Gereja Katedral adalah situs sejarah yang wajib kita pelihara bersama.

Sampai Jumpa di liburan Semester depan!

Katedral Jakarta di Malam hari, terlihat dari masjid istiqlal

Buah keheningan adalah doa. Buah doa adalah iman. Buah iman adalah cinta. Buah cinta adalah pelayanan. Buah pelayanan adalah damai.

-Santa Teresa (Bunda Teresa)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.