Review : Menjajal Ratangga, Transportasi Baru Andalan Ibukota


Kalian pasti udah pada tahu dong kalau Jakarta saat ini resmi punya transportasi Mass Rapid Transit (MRT)  pertama di Indonesia. Sejak diresmikan pada 24 Maret 2019 lalu, MRT Jakarta fase pertama resmi melayani masyarakat Jabodetabek dengan trayek Bundaran HI-Lebak Bulus sejauh 16 km. Transportasi yang menghabiskan dana investasi  Rp 16 Triliun ini digadang-gadang dapat mengurai kemacetan di pusat kota hingga 30%.

Biar lebih terkesan ‘Indonesiawi’, armada kereta MRT Jakarta ini kemudian diberi nama ‘Ratangga’. Ratangga sendiri bermakna ‘kereta perang’, yang  terinspirasi dari puisi dalam kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular. 

Hmmmmmmmmmmmm
ITU RANGGA WOY!!!1!1!!!1!

Ternyata selain Jakarta, ada empat kota lain di ASEAN yang sudah memiiliki system transportasi MRT; (1) MRT Manila (1984); (2) MRT Singapura (1987); (3) MRT Bangkok (2004); dan (4) MRT Kuala Lumpur (2016). Yaaa meskipun kita cukup ketinggalan dibanding Negara tetangga, tetapi kini Jakarta punya MRT yang pastinya gak kalah keren dan canggih dibanding dengan MRT negara tetangga. Diantara kecanggihan MRT Jakarta yang patut dibanggakan yakni MRT Jakarta menggunakan teknologi CBTC, bisa berjalan tanpa masinis alias dikendalikan dengan system computer, dan waktu tempuh kereta yang cepat. Katanya sih rute Bundaran HI-Lebak Bulus bisa ditempuh hanya dengan waktu kurang dari 30 menit? AH MASA??!


Baca Juga : Menjajal Bus TransSemarang Rute Undip-Unnes

Karena penasaran, gua pun berkesempatan untuk mencoba transportasi yang lagi ‘booming’ ini. Gak Cuma sekali, tapi dua kali. Yang pertama pas uji coba publik MRT bareng ibu gua (katanya dia pengen sekalian jalan-jalan ke Grand Indonesia ceunah). Yang kedua pas libur Isra Miraj kemarin bareng temen SMP, yakni Hendri dan Intan. Tapi kali ini gua akan lebih mengulik pengalaman naik Ratangga saat sudah resmi dikomersialisasi.


Baca Juga : Kota Tua Jakarta dan Hikmah di Balik Semua Peristiwa


Gua berangkat naik TransJakarta (TJ) dari halte PGC sekitar  9.30 dan sampe di halte Bundaran HI sekitar 10.15an (BTW ini rekor perjalanan tercepat PGC-Bundaran HI selama gua naik TJ, biasanya hampir 2 jam :”). Pengguna TJ sekarang sudah bisa turun di halte Bundaran HI setelah kurang lebih 6 tahun ditutup karena pembangunan MRT. Halte Bundaran HI ini salah satu (atau mungkin saat ini satu-satunya) halte Transjakarta yang  terintegrasi langsung dengan stasiun MRT.


Pengalaman naik MRT Jakarta
Halte Transjakarta Bundaran HI
Mungkin karena saat itu hari libur, penumpangnya rame banget, parah. Sangking ramenya, sampe jalan aja tuh susah. Penumpang antre di mana-mana. Kayaknya mereka lagi pake jurus Kage Bunshin No Jutsu (?). Gua sampe bingung ‘mereka tuh antre apa sih?’ soalnya antreannya tuh ga jelas, antara antre beli tiket single trip, antre tapping buat masuk ke peron, antre sembako murah, atau antre yang lainnya. Ternyata eh ternyata, mereka antre buat beli tiket single trip (mungkin karena mereka ga ada uang elektronik atau semacamnya). Dan Alhamdulillahnya, ternyata kita bisa pake uang elektronik yang dikeluarkan oleh bank tertentu. Ga perlu capek-capek antre buat beli tiket harian. Tinggal tapping, langsung bisa masuk ke dalam peron.


Kartu-kartu alternatif yang bisa digunakan untuk naik Ratangga.
(sumber : MRT Jakarta)
Pengelola MRT Jakarta mematok harga/tarif yang berbeda, tergantung berapa stasiun yang kita tempuh. Harga tiketnya beragam mulai dari Rp 3000 sampai Rp 14.000. Selengkapnya baca di sini ya soalnya panjang banget wkwk

Modern, Minimalis, tapi tetep kece, adalah kesan pertama saat gua masuk ke dalam stasiun bawah tanah Bundaran HI. Bahkan si Intan bilang kalo stasiun MRT Jakarta gak kalah keren sama stasiun MRT di Tokyo. Iya, si Intan udah pernah ke Tokyo. Bukannya sombong nih, kalo gua sih belom pernah ke Tokyo, tapi alhamdulillah udah pernah ke LA.............Lenteng Agung :)


MRT Jakarta juga sangat peduli dengan kawan-kawan disabilitas. Hal ini dibuktikan dengan adanya lift prioritas yang dapat digunakan oleh lansia dan kawan-kawan difable. Papan informasi yang dipajang juga cukup informatif. Yang lebih penting sih meskipun stasiunnya di bawah tanah dan penuh sesak penumpang, tapi hawanya teteup sejuk dan jauh dari kata panas. Entah teknologi apa yang mereka pake. Coba bandingin sama kamar gua : letaknya di atas tanah, penghuninya cuma 2 (gua sama adek gua), tapi tetep aja panasnya nauzubillah *halah curcol. Oiya, pihak pengelola juga menyediakan musala di setiap stasiun. 


Pengalaman naik MRT Jakarta
Penampakan Stasiun Bundaran HI
Kereta Ratangga datang 20 menit sekali. Misal kereta pertama berangkat jam 7.00, maka kereta kedua akan tiba dan berangkat 20 menit berikutnya atau jam 7.20, dan seterusnya. Menurut kalian, sebentar atau lama?


Pengalaman naik MRT Jakarta
papan informasi 
Pengalaman naik MRT Jakarta
Sekaligus jadi kereta wisata
Soal kenyamanan dalam kereta gak usah ditanya lagi ya. AC sejuk (gak dingin  gak panas, pas!), bangku bersih, masih kinclong (mungkin karena masih baru kali ya LOL), lantainya juga bersih tanpa noda. Yang unik, di dalam Ratangga juga disediakan pegangan tangan dengan tinggi yang berbeda. Mungkin supaya penumpang bisa memilih pegangan tangan yang sesuai dengan amal ibadah tinggi badan kali ya. Masalah canggih sih ga perlu ditanyain lagi ya. Jalannya...beuhhhh alus banget nget nget *lebayyyyy. Tapi serius alus banget. Bahkan Ibu gua sempet ga sadar kalo keretanya udah jalan

Ibu : "Mas ini keretanya nunggu apa sih, kok ga jalan-jalan?"

W  : "Lahhh ini udah jalan bu, udah mau sampe ke Stasiun selanjutnya"
Ibu : "Ya allah kirain belom jalan soalnya alus banget, sampe ga kerasa :(:(:(:("


Pengalaman naik MRT Jakarta
Suasana di dalam Ratangga. Pegangan tangannya ada yang panjang ada yang pendek lho
Pengalaman naik MRT Jakarta
Kondisi Ratangga  yang sepi karena penumpang udah pada turun. Mau foto-foto tapi keburu diusir satpam wkwk. Akhirnya cuma bisa foto ini :(
Untuk diketahui, MRT Jakarta fase I memiliki 13 stasiun yang terdiri atas dua jenis stasiun, yakni stasiun bawah tanah (underground) dan stasiun layang (elevated). Stasiun bawah tanah terdiri dari 6 stasiun yakni BundaranHI - Dukuh Atas - Setiabudi - Bendungan Hilir - Istora - Senayan. Dari stasiun Senayan dimulailah transisi dari stasiun underground ke stasiun layang (7 stasiun) yakni Stasiun ASEAN - Blok M - Blok A - Haji Nawi - Cipete Raya - Fatmawati - Lebak Bulus.


Baca Juga : Jelajah Little Tokyo dan Keseruan Ennichisai 2019

Pengalaman naik MRT Jakarta
Stasiun ASEAN, salah satu stasiun layang. Dulunya stasiun ASEAN bernama Stasiun Sisingamangaraja. Tujuan Diberi nama Stasiun ASEAN adalah untuk menegaskan posisi Jakarta sebagai Ibukota dan kantor pusat ASEAN
Berangkat dari Bundaran HI sekitar jam 10.30 dan tiba di Stasiun Lebak Bulus sekitar 11.00. Berarti jarak Bundaran HI ke Lebak Bulus (sekitar 16 km) dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 30 menit! WOW! Menurut kalian, dengan waktu tempuh segini, Kereta Ratangga termasuk cepet, biasa aja, atau malah lama? 

Pengalaman naik MRT Jakarta
Suasana di Stasiun Lebak Bulus
Pengalaman naik MRT Jakarta
armada Ratangga yang berjejer di depot Lebak Bulus
Selama kereta berjalan di stasiun layang, penumpang bisa melihat beberapa bangunan yang menjadi landamark/ikon Jakarta, mulai dari Masjid Agung Al Azhar, gedung Sekretariat ASEAN, Halte Transjakarta CSW yang terkenal bikin ngos-ngosan, hingga Blok M Square. Jujur ya, gua lebih suka pas kereta lagi berjalan di stasiun layang karena bisa lihat indahnya pemdandangan....banyak lontong-lontong (?) 

Pengalaman naik MRT Jakarta
kiri-kanan arah jarum jam : Masjid Agung Al Azhar, gedung Sekretariat ASEAN, Blok M Square, Halte Transjakarta CSW
Nah setelah menjajal MRT Jakarta alias Ratangga, ada beberapa catatan yang bisa gua sampaikan baik untuk pengguna maupun pengelola :
  1. Sistem tapping MRT mirip dengan kereta commuter line, yakni satu kartu hanya bisa digunakan oleh satu orang. Jadi sebelum naik Ratangga pastikan kalian punya uang elektronik bank (e money) atau beli tiket single trip (Ingat, satu kartu untuk satu orang). Di dalam stasiun juga tersedia counter untuk isi ulang uang elektronik.
  2. Gua sangat mengapresiasi langkah pengelola MRT yang menyediakan fasilitas untuk kawan-kawan difabel (lift, guiding block, dll). Tapiiiii ada beberapa bagian halte yang sepertinya belum ramah untuk penyandang difabel. Salah satu contohnya adalah halte TJ Bundaran HI dan Stasiun Bundaran HI yang hanya dihubungkan dengan tangga (dan lumayan curam btw). Gak ada guiding block atau lift untuk difabel dan lansia.
  3. Pengelola MRT perlu belajar banyak sama manajemen Commuter Line dalam menangani lonjakan penumpang (khusunya di hari libur atau akhir pekan). Soalnya pengalaman gua kemarin, karena sangking membludaknya penumpang bahkan pengelola harus menutup pintu masuk stasiun Bundaran HI. Bahkan kemarin waktu gua coba naik pas liburan Isra Miraj, penumpang yang mau keluar ga disuruh tap out. Menurut gua, sistem buka tutup ini bukan solusi yang tepat. Harusnya pihak pengelola udah antisipasi hal ini sejak jauh hari.
  4. Gak ada tempat sampah. Katanya tujuannya sih untuk mengedukasi masyarakat agar tidak membawa potensi sampah ke dalam stasiun. But.. Ini Indonesia! Dikasih tempat sampah aja masih pada nyampah, apalagi kalau gak disediakan tempat sampah. 
  5. Agak random sih. Tapi menurut gua suara pengumuman (Announcer) dalam kereta Ratangga agak datar dan terlalu kaku. Flat gitu suaranya wkwk. Secara pribadi gua lebih suka suara pengumuman di Bus Transjakarta atau Commuter Line. Lebih enak dan lebih jelas gitu :D
  6. Kaca pembatas peron di stasiun layang kayaknya ga boleh dipegang ya. Soalnya kemaren gua ditegur satpam gara-gara pegang kaca pembatas peron :(
  7. Ini yang paling penting : aspek ketepatan waktu. Pengalaman 2 kali  naik MRT Jakarta, keretanya datang dan tiba di stasiun tujuan tepat waktu. Semoga pihak MRT Jakarta bisa mempertahankan aspek ini dan semoga bisa menjadi contoh bagi transportasi umum lainnya di ibukota.
  8. Dengan tarif maksimal Rp 14.000 gua rasa cukup worth it lah dengan pelayanan, kenyamanan, dan fasilitas yang kita terima.


Pengalaman naik MRT Jakarta

Nah itu dia sekilas pengalaman gua menjajal MRT Jakarta alias Ratangga. Tentunya dengan adanya MRT Jakarta ini, gua berharap agar kemacetan di Jakarta dapat berkurang. Untuk masyarakat Jakarta dan sekitarnya, yuk mulai sekarang beralih naik transportasi umum.



A developed country is not a place where the poor have cars, it's where the rich ride public transportation 
-Enrique Penalosa, Mayor of Bogota, Colombia.  

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.